Kamis, 22 November 2018

JENIS WISATA, TIPOLOGI WISATAWAN, DAN MOTIVASI WISATAWAN

Jenis Wisata
Sebenarnya sulit untuk mendefinisikan wisata karena pelancong bisnis dan konvensi juga dapat menggabungkan konferensi dengan kegiatan wisata; tetapi secara umum, wisatawan adalah orang yang secara sukarela mengunjungi suatu tempat yang jauh dari rumah untuk tujuan mengalami perubahan.

Berdasarkan mobilitas yang dilakukan oleh wisatawan, maka wisata dapat dibagi menjadi lima jenis:
  1. Wisata Etnis (Ethnic Tourism), menawarkan pada kebiasaan "kuno" masyarakat adat atau etnis tertentu dimana kebiasaan tersebut dianggap eksotis. Dalam wisata etnis, sepanjang aliran wisatawan bersifat sporadis dan dalam jumlah kecil, maka dampak host-guest dapat diminimalisir.
  2. Wisata Budaya (Cultural Tourism), menawarkan "keindahan" atau "warna lokal", sisa-sisa gaya hidup atau budaya yang hilang atau mulai luntur dalam bentuk rumah-rumah "gaya lama" (rumah tradisional), kain tenun, gerobak dan bajak kuda atau lembu, dan mesin atau tangan-tangan pembuat kerajinan.
  3. Wisata Sejarah (Historical Tourism), menawarkan kunjungan ke tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah. Wisata sejarah cenderung menarik banyak wisatawan yang berorientasi pada pendidikan. Hubungan host-guest dalam wisata sejarah seringkali impersonal dan terpisah, dan cenderung ke arah ekonomi daripada sosial.
  4. Wisata Lingkungan (Environmental Tourism), menawarkan kegiatan yang bersentuhan dengan geografis, seperti menikmati berkendara melewati gunung dan desa untuk mengamati hubungan manusia dengan tanah. Hubungan host-guest dalam wisata lingkungan sangat luas dan dapat dinilai secara lokal.
  5. Wisata Rekreasi (Recreational Tourism), seringkali menawarkan 3S (Sand, Sea, and Sex) dengan tujuan bersenang-senang. Hubungan host-guest dalam wisata rekreasi sangat luas, tetapi mungkin dipengaruhi oleh musim dari jenis wisata rekreasi.
Tipologi Wisatawan
V. Smith (1989c) menggolongkan wisatawan berdasarkan volume wisatawan dan adaptasi mereka terhadap situasi lokal, yaitu sebagai berikut:
  1. Explorer - terbatas dalam jumlah dan menerima sepenuhnya norma-norma lokal;
  2. Elite - jarang terlihat dan beradaptasi sepenuhnya;
  3. Off-beat - jarang namun terlihat, beradaptasi dengan baik;
  4. Unusual - sesekali terlihat dan menyesuaikan sedikit;
  5. Incipient mass - aliran stasioner dan mencari fasilitas Barat;
  6. Mass - aliran kontinu dan mengharapkan fasilitas Barat;
  7. Charter - kedatangan besar-besaran dan menuntut fasilitas Barat.
Cohen (1972) menggolongkan wisatawan yang berbasis kombinasi dari pencarian hal baru dan menginginkan keakraban. Tipologi wisatawan menurut Cohen adalah sebagai berikut.
  1. The organized mass tourist – rendah pada kepetualangan, tidak terlepas dari environmental bubble selama perjalanan, lebih memilih tempat yang sudah dikenal dan menggunakan pemandu wisata;
  2. The individual mass tourist – seperti the organized mass tourist, tetapi lebih fleksibel;
  3. The explorer – melakukan perjalanan sendiri, mencari jalan wisata yang tidak umum (off the beaten track), mencari akomodasi dengan standar lokal dan tingkat interaksi dengan masyarakat lokal tinggi; dan
  4. The drifter – berusaha untuk menjauh dari rumah dan keakraban, tidak ada rencana perjalanan tetap, bersedia untuk hidup dengan orang-orang lokal dan tenggelam dalam budaya lokal.
Motivasi Wisatawan
Mengapa wisatawan mengunjungi tempat-tempat tertentu? Pendekatan akademik motivasi di kalangan wisatawan telah dibingkai oleh Dann (1981) yang berisi tujuh elemen, yaitu:
  1. Travel adalah tanggapan terhadap apa yang kurang diinginkan.
  2. Tujuan menarik, sebagai tanggapan terhadap dorongan motivasi.
  3. Motivasi sebagai fantasi – perilaku bukan sanksi kultural di rumah.
  4. Tipologi motivational: (a) perilaku, seperti keinginan berkelana; dan  (b) tipologi berfokus pada dimensi peran wisatawan.
  5. Motivasi sebagai tujuan rahasia.
  6. Motivasi dan pengalaman wisatawan – termasuk diskusi kebenaran.
  7. Motivasi sebagai auto-definisi dan makna.
Konsep motivasi di antara para pelancong telah diringkas oleh Cooper (1999), yang meliputi dimensi sebagai berikut.
  1. Gagasan bahwa perjalanan awalnya perlu berhubungan dan memanifestasikan sendiri dalam hal keinginan dan kekuatan motivasi atau 'push', sebagai penggiat tindakan.
  2. Motivasi didasarkan pada aspek sosiologis dan psikologis norma-norma yang diperoleh, sikap, budaya, persepsi, dan lain-lain, yang mengarah ke bentuk motivasi individu tertentu dan kemudian mempengaruhi jenis wisata.
  3. Citra tujuan yang diciptakan melalui berbagai komunikasi saluran akan mempengaruhi motivasi dan kemudian mempengaruhi jenis wisata.
McIntosh (1977) menggunakan empat kategori motivasi yang siap diterapkan untuk menggambarkan wisatawan, yaitu:
  1. Motivasi fisik, berhubungan dengan penyegaran tubuh dan pikiran, tujuan kesehatan, olahraga dan kesenangan. Kelompok motivasi ini berkaitan dengan kegiatan yang akan mengurangi ketegangan.
  2. Motivasi budaya, diidentifikasi oleh keinginan untuk melihat dan mengetahui lebih banyak tentang budaya lain, untuk mencari tahu tentang penduduk asli suatu negara, gaya hidup mereka, musik, seni, cerita rakyat, tari, dan lain-lain.
  3. Motivasi interpersonal (motivasi sosial), kelompok ini memiliki keinginan untuk bertemu orang baru, mengunjungi teman atau kerabat dan mencari pengalaman baru dan berbeda. Wisata adalah suatu pelarian dari hubungan rutin dengan teman-teman atau tetangga atau lingkungan rumah atau digunakan untuk alasan spiritual.
  4. Motivasi status dan prestise (motivasi karena fantasi), termasuk keinginan untuk kelanjutan pendidikan (seperti pengembangan pribadi, peningkatan ego, dan sensual indulgence). Motivasi ini berkaitan dengan keinginan untuk mengakui dan memperhatikan orang lain sebagai upaya peningkatan ego pribadi. Kategori ini juga mencakup pengembangan pribadi dalam kaitannya dengan pengejaran hobi dan pendidikan.

Jumat, 13 April 2018

KAMPUNG AMPEL SEBAGAI URBAN HERITAGE KOTA SURABAYA

Kampung Ampel terletak dalam Kawasan Wisata Religi Sunan Ampel, yang di dalamnya terdapat Masjid Agung Sunan Ampel dan makam Sunan Ampel. Sebagai kawasan wisata religi, tentunya Kampung Ampel tidak pernah sepi oleh pengunjung yang berdatangan dari berbagai daerah. Akibat dari ramainya kunjungan masyarakat pada kawasan tersebut, Kampung Ampel memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai tempat usaha atau tempat berdagang. Kampung Ampel Masjid dan Kampung Ampel Suci merupakan dua lokasi yang memang diperuntukkan sebagai lokasi khusus untuk berdagang atau dalam kata lain diperuntukkan sebagai pasar. Dua kampung ini merupakan akses utama untuk menuju ke kompleks Masjid Sunan Ampel dan Makam Sunan Ampel. Di sepanjang Kampung Ampel Masjid dan Kampung Ampel Suci terdapat toko-toko yang melakukan kegiatan perniagaan. Toko-toko tersebut berdagang mulai dari pakaian/busana muslim, minyak wangi, makanan khas Timur Tengah (seperti: kurma, kismis, dan roti maryam) hingga buku/kitab. Kawasan ini setiap harinya selalu ramai dipenuhi oleh peziarah yang berdatangan dari seluruh penjuru negeri. Ramainya kegiatan perniagaan di Kampung Ampel Masjid dan Kampung Ampel Suci dapat menggerakkan dan menggairahkan roda perekonomian di sekitar kawasan ini. Dengan adanya kawasan perdagangan di wilayah Ampel ini diharapkan dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, sehingga mengurangi angka pengangguran khususnya di Surabaya.

Perkampungan di kawasan Ampel merupakan pemukiman swadaya, yaitu dibangun dan dikembangkan sendiri oleh masyarakat tanpa adanya campur tangan dari pemerintah maupun pihak swasta. Oleh karenanya, pada awal pembangunan perkampungan swadaya ini tidak ada sebuah blueprint tentang rencana tata ruang pemukiman di kawasan ini, atau dalam kata lain, tidak ada aturan khusus mengenai aspek-aspek dalam pembangunan fisik suatu bangunan, seperti misalnya: Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB). Hasilnya, secara umum bangunan rumah di kawasan pemukiman Arab ini memiliki Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebesar hampir 100%, yang mana bangunan-bangunan rumah tersebut tidak memiliki daerah resapan air karena seluruh luas tanahnya tertutup oleh bangunan. Hal ini menimbulkan potensi terjadinya banjir apabila tidak dibarengi dengan adanya saluran drainase yang memadai. Namun sejauh pengamatan saya selama ini, Kampung Ampel termasuk daerah yang belum pernah tergenang banjir saat musim penghujan datang. Hal ini disebabkan karena saluran irigasi di badan jalan raya yang cukup lebar dan mampu menampung luapan air ketika hujan deras melanda. Berbeda dengan daerah Ketintang yang selalu menjadi langganan banjir, daerah Ampel ini justru lolos dari luapan air. Padahal, kepadatan penduduk di Ampel jauh lebih tinggi daripada di Ketintang.

Permasalahan Kampung Ampel yang lain adalah mengenai penggunaan lahan atau land use. Pemukiman di Kawasan Ampel bisa digolongkan sebagai pemukiman yang cukup padat, sehingga sulit sekali ditemukan lahan kosong atau lahan hijau di kawasan ini. Kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) menyebabkan beberapa masalah, di antaranya yaitu menurunnya kualitas lingkungan di permukiman ini serta kurang adanya lahan yang cukup sebagai daerah resapan air. Selain permasalahan mengenai land use dan Intensitas Pemanfaatan Ruang (IPR), berdasarkan survei lapangan, ditemukan bahwa beberapa kondisi jalan perkampungan dalam kondisi yang tidak cukup bagus (Mintarsih, 2013). Jalan yang berlubang secara otomatis akan mengurangi kenyamanan warga ketika melewati jalan di perkampungan tersebut.

Banyaknya potensi-potensi yang terdapat di Kampung Ampel dapat menggambarkan keberlanjutan pembangunan Kampung Ampel ke depannya, antara lain:
  1. Sebagai bagian dari kawasan wisata religi. Letak dari perkampungan Arab yang termasuk dalam Kawasan Wisata Religi Sunan Ampel memudahkan perkampungan ini dalam membangun dan mengembangkan program wisata religi. Didukung dengan adanya Masjid Agung Sunan Ampel dan Makam Sunan Ampel, maka akan membantu keberlanjutan wisata religi di Kampung Arab ini.
  2. Sebagai pusat kegiatan perekonomian di Surabaya Utara. Sebagai salah satu daya dukung dalam program wisata religi, diperlukan pula sarana dan prasarana dalam bidang perdagangan. Dalam hal ini, Kampung Ampel memiliki potensi terjadinya keberlanjutan sebagai tempat usaha dan tempat berdagang dikarenakan tempatnya yang strategis serta ramainya kunjungan wisatawan yang ingin melakukan wisata religi. Alasan ini diperkuat dengan masih terlihat keeksistensian Pasar Ampel sebagai pusat perdagangan dan jasa di wilayah Surabaya Utara hingga sekarang.
  3. Sebagai salah satu situs urban heritage di Surabaya. Peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi di perkampungan ini patut dilestarikan keberadaannya sebagai kawasan sejarah di Surabaya. Selain itu masih banyak ditemukannya bangunan-bangunan kuno dengan karakteristik bangunan khas Arab yang masih bertahan hingga sekarang. Hal-hal tersebut tentu saja dapat mendukung adanya keberlanjutan Kampung Ampel sebagai salah satu situs urban heritage yang masih bertahan hingga sekarang di Kota Surabaya.
Mengenai urban heritage ini, Ahmed Skounti (2009) menyatakan pendapatnya sebagai berikut.
Apa yang hari ini kita anggap sebagai warisan tidak selalu demikian halnya di masa lalu; hal itu menjadi warisan melalui intervensi sejumlah faktor yang berbeda. Warisan bukanlah sesuatu yang terberi sejak awal mula; hal itu merupakan sesuatu yang dibuat, dan terdapat sejumlah elemen yang dipertaruhkan dalam pembuatan tersebut. Pertama, di sana terdapat pertaruhan ekonomi yang terkait dengan hasil yang diharapkan diperoleh dari penguasaan sumberdaya seperti peluang usaha, penciptaan pekerjaan, penanaman modal, turisme, devisa, dan sebagainya. Kemudian terdapat pertaruhan politis karena warisan (dalam pengertian luas) disebut-sebut dalam pemilihan, mendorong persaingan antar kelompok dan pribadi untuk mendaku sepotong kekuasaan dan muatan ekonomis yang menyertainya – nyata maupun anggapan – dari kelompok tersebut. Di sana juga terdapat pertaruhan sosial, yang melibatkan dorongan dalam diri kelompok dan pribadi tersebut untuk meraih prestise sosial, ‘terpandang’ dan modal simbolik sekaligus. Akhirnya, di sana juga terdapat pertaruhan kultural yang terletak pada afirmasi akan identitas yang kuat, homogen dan tidak berubah, yang kadangkala dimanipulasi untuk menggerakkan orang.”

Kampung Ampel adalah kawasan yang dapat dikembangkan sebagai salah satu situs urban heritage di Kota Surabaya. Banyaknya nilai sejarah yang terkandung di dalam perkampungan ini, seperti sejarah pembangunan kampung di zaman dahulu serta sejarah pemberian nama kampung, merupakan sebuah aset berharga yang sayang untuk diabaikan begitu saja. Oleh karenanya, kawasan ini memiliki potensi untuk dilestarikan keberadaannya sebagai kawasan sejarah, mengingat kawasan Ampel ini keasliannya masih terawat dengan baik, masih banyak ditemukan bangunan kuno yang sudah ada sejak zaman Pemerintahan Kolonial Belanda serta karakteristik khas Kampung Arab yang tidak ditemukan di perkampungan lain, sehingga Kampung Ampel dapat dijadikan sebagai kawasan wisata sejarah yang menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan yang sedang berlibur di Surabaya. 

Kawasan Sunan Ampel merupakan salah satu kawasan di Kota Surabaya yang merepresentasikan kehidupan antaretnik dalam satu wilayah. Kawasan ini memiliki budaya yang secara kasat mata berbeda dengan budaya kawasan maupun kelompok masyarakat lain di Surabaya. Di kawasan ini, etnis-etnis tersebut berperan sebagai pelaku komoditas perdagangan. Memang, aktivitas perdagangan menjadi penopang utama dari kehidupan sebagian warga dari berbagai etnis tersebut di Kampung Ampel. Ada semacam pertaruhan ekonomi di kawasan ini dan hal ini dapat menimbulkan persaingan dagang antaretnis. Selain itu, perasaan-perasaan terikat pada kelompok etnis yang menimbulkan etnosentrisme dan rasisme merupakan sesuatu hal yang mungkin saja terjadi. Menarik sekali, terlebih karena etnis-etnis ini masih bertahan dengan segala keadaannya, sekalipun itu berupa konflik. Bahkan, mereka mampu membangun wilayah Ampel menjadi salah satu pusat wisata belanja dan religi di Kota Surabaya.

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya disebutkan:
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Berdasarkan definisi di atas, dapat dikatakan bahwa Kampung Ampel merupakan cagar budaya yang patut untuk dijaga dan dilestarikan karena mengandung nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan juga agama. Kampung Ampel merupakan warisan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional. Namun yang lebih penting dari semua itu adalah apakah masyarakat Ampel sendiri merasakan dan memperlakukan Kampung Ampel sebagai warisan budaya yang menjadi salah satu penanda identitas mereka, atau apakah hal itu dirasakan dan diperlakukan oleh masyarakat Ampel sebagai jembatan yang menghubungkan mereka dengan para pendahulunya. Sebagai tambahan, bila Kampung Ampel ini dipandang sebagai warisan budaya perkotaan (urban heritage), sudah selayaknya penataan kampung dilakukan dengan mempertimbangkan apa yang dilakukan oleh warga kampung terhadap ruang spasial mereka, dengan tidak memfragmentasikan secara ketat antara ruang publik dengan apa yang mereka sebut dengan privacy, seperti membangun pagar di sekeliling rumah setinggi mungkin.

Referensi
Mintarsih, Rizqia. 2013. Identifikasi Karakteristik Permukiman Di Kota Surabaya: Kampung Arab Ampel. Surabaya: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS.

Skounti, Ahmed. 2009. ‘The authentic illusion: humanity’s intangible cultural heritage, the Moroccan experience’ dalam Intangible Heritage. Laurajane Smith & Natsuko Akagawa (eds.). New York: Routledge.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

FUNGSI KEBUDAYAAN DALAM STRUKTUR PEMERINTAHAN INDONESIA: PENDIDIKAN ATAU PARIWISATA?

Sektor kebudayaan sebelumnya berada di bawah naungan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, yang kemudian pada tanggal 18 Oktober 2011 dilakukan perubahan menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Perubahan struktur kementerian Indonesia ini mengakibatkan pergeseran makna “kebudayaan”. Di bawah naungan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, kebudayaan lebih banyak dipahami sebagai tontonan yang dapat dijadikan wahana menarik wisatawan (baik itu wisatawan domestik maupun wisatawan asing) untuk datang ke wilayah tertentu, di samping karena pariwisatanya. Dengan kata lain, kebudayaan dan pariwisata merupakan satu paket yang tidak terpisahkan, yang (kasarnya) memiliki tujuan berbau ekonomi. Sementara di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kebudayaan dipahami sebagai tuntunan untuk membangun manusia Indonesia yang berjati diri dan berkarakter dalam berbangsa dan bernegara. Untuk mengembalikan kebudayaan sebagai tuntunan, dilakukan dengan upaya penggalian, penanaman dan penguatan nilai/filosofi/makna kearifan lokal dalam masyarakat, sehingga dapat dipetik manfaatnya. 

Visi pembangunan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan adalah “Memperkukuh kebudayaan Indonesia yang multikultur, bermartabat, dan menjadi kebanggaan masyarakat dan dunia”. Kebudayaan Indonesia diartikan sebagai keseluruhan gagasan, perilaku, dan hasil karya manusia yang dikembangkan melalui proses belajar dan adaptasi terhadap lingkungannya yang berfungsi sebagai pedoman untuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemendikbud 2010-2014, disebutkan bahwa dengan terintegrasinya fungsi kebudayaan dengan fungsi pendidikan, Kemendikbud bertanggung jawab melestarikan warisan dan nilai-nilai budaya dan sejarah yang mencakup:
  1. Pembangunan karakter bangsa, di antaranya dilakukan melalui: persemaian nilai budaya sebagai pembentuk karakter bangsa; fasilitasi sarana budaya untuk sekolah; bahan publikasi/internalisasi nilai sejarah dan budaya; museum masuk sekolah;
  2. Pelestarian warisan budaya, di antaranya dilakukan melalui: registrasi nasional cagar budaya sebagai warisan budaya nasional; revitalisasi cagar budaya; dan revitalisasi museum; dan
  3. Penguatan diplomasi budaya, di antaranya dilakukan melalui: penyelenggaraan forum dunia bidang kebudayaan; penguatan diplomasi budaya: rumah budaya di luar negeri; pengembangan rumah budaya nusantara; penominasian warisan budaya nasional menjadi warisan budaya dunia (UNESCO).
Dari penjelasan tersebut, dapat kita pahami bahwa fungsi kebudayaan saat ini adalah salah satu wahana untuk membentuk karakter bangsa, kebudayaan adalah salah satu alat pendidikan karakter. Namun, sektor kebudayaan faktanya tidak benar-benar terpisah dari sektor pariwisata, karena dalam struktur beberapa pemerintah daerah ternyata terdapat Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Dispudparpora) yang terpisah dari Dinas Pendidikan.

Bagaimana menurutmu?