Kamis, 22 November 2018

JENIS WISATA, TIPOLOGI WISATAWAN, DAN MOTIVASI WISATAWAN

Jenis Wisata
Sebenarnya sulit untuk mendefinisikan wisata karena pelancong bisnis dan konvensi juga dapat menggabungkan konferensi dengan kegiatan wisata; tetapi secara umum, wisatawan adalah orang yang secara sukarela mengunjungi suatu tempat yang jauh dari rumah untuk tujuan mengalami perubahan.

Berdasarkan mobilitas yang dilakukan oleh wisatawan, maka wisata dapat dibagi menjadi lima jenis:
  1. Wisata Etnis (Ethnic Tourism), menawarkan pada kebiasaan "kuno" masyarakat adat atau etnis tertentu dimana kebiasaan tersebut dianggap eksotis. Dalam wisata etnis, sepanjang aliran wisatawan bersifat sporadis dan dalam jumlah kecil, maka dampak host-guest dapat diminimalisir.
  2. Wisata Budaya (Cultural Tourism), menawarkan "keindahan" atau "warna lokal", sisa-sisa gaya hidup atau budaya yang hilang atau mulai luntur dalam bentuk rumah-rumah "gaya lama" (rumah tradisional), kain tenun, gerobak dan bajak kuda atau lembu, dan mesin atau tangan-tangan pembuat kerajinan.
  3. Wisata Sejarah (Historical Tourism), menawarkan kunjungan ke tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah. Wisata sejarah cenderung menarik banyak wisatawan yang berorientasi pada pendidikan. Hubungan host-guest dalam wisata sejarah seringkali impersonal dan terpisah, dan cenderung ke arah ekonomi daripada sosial.
  4. Wisata Lingkungan (Environmental Tourism), menawarkan kegiatan yang bersentuhan dengan geografis, seperti menikmati berkendara melewati gunung dan desa untuk mengamati hubungan manusia dengan tanah. Hubungan host-guest dalam wisata lingkungan sangat luas dan dapat dinilai secara lokal.
  5. Wisata Rekreasi (Recreational Tourism), seringkali menawarkan 3S (Sand, Sea, and Sex) dengan tujuan bersenang-senang. Hubungan host-guest dalam wisata rekreasi sangat luas, tetapi mungkin dipengaruhi oleh musim dari jenis wisata rekreasi.
Tipologi Wisatawan
V. Smith (1989c) menggolongkan wisatawan berdasarkan volume wisatawan dan adaptasi mereka terhadap situasi lokal, yaitu sebagai berikut:
  1. Explorer - terbatas dalam jumlah dan menerima sepenuhnya norma-norma lokal;
  2. Elite - jarang terlihat dan beradaptasi sepenuhnya;
  3. Off-beat - jarang namun terlihat, beradaptasi dengan baik;
  4. Unusual - sesekali terlihat dan menyesuaikan sedikit;
  5. Incipient mass - aliran stasioner dan mencari fasilitas Barat;
  6. Mass - aliran kontinu dan mengharapkan fasilitas Barat;
  7. Charter - kedatangan besar-besaran dan menuntut fasilitas Barat.
Cohen (1972) menggolongkan wisatawan yang berbasis kombinasi dari pencarian hal baru dan menginginkan keakraban. Tipologi wisatawan menurut Cohen adalah sebagai berikut.
  1. The organized mass tourist – rendah pada kepetualangan, tidak terlepas dari environmental bubble selama perjalanan, lebih memilih tempat yang sudah dikenal dan menggunakan pemandu wisata;
  2. The individual mass tourist – seperti the organized mass tourist, tetapi lebih fleksibel;
  3. The explorer – melakukan perjalanan sendiri, mencari jalan wisata yang tidak umum (off the beaten track), mencari akomodasi dengan standar lokal dan tingkat interaksi dengan masyarakat lokal tinggi; dan
  4. The drifter – berusaha untuk menjauh dari rumah dan keakraban, tidak ada rencana perjalanan tetap, bersedia untuk hidup dengan orang-orang lokal dan tenggelam dalam budaya lokal.
Motivasi Wisatawan
Mengapa wisatawan mengunjungi tempat-tempat tertentu? Pendekatan akademik motivasi di kalangan wisatawan telah dibingkai oleh Dann (1981) yang berisi tujuh elemen, yaitu:
  1. Travel adalah tanggapan terhadap apa yang kurang diinginkan.
  2. Tujuan menarik, sebagai tanggapan terhadap dorongan motivasi.
  3. Motivasi sebagai fantasi – perilaku bukan sanksi kultural di rumah.
  4. Tipologi motivational: (a) perilaku, seperti keinginan berkelana; dan  (b) tipologi berfokus pada dimensi peran wisatawan.
  5. Motivasi sebagai tujuan rahasia.
  6. Motivasi dan pengalaman wisatawan – termasuk diskusi kebenaran.
  7. Motivasi sebagai auto-definisi dan makna.
Konsep motivasi di antara para pelancong telah diringkas oleh Cooper (1999), yang meliputi dimensi sebagai berikut.
  1. Gagasan bahwa perjalanan awalnya perlu berhubungan dan memanifestasikan sendiri dalam hal keinginan dan kekuatan motivasi atau 'push', sebagai penggiat tindakan.
  2. Motivasi didasarkan pada aspek sosiologis dan psikologis norma-norma yang diperoleh, sikap, budaya, persepsi, dan lain-lain, yang mengarah ke bentuk motivasi individu tertentu dan kemudian mempengaruhi jenis wisata.
  3. Citra tujuan yang diciptakan melalui berbagai komunikasi saluran akan mempengaruhi motivasi dan kemudian mempengaruhi jenis wisata.
McIntosh (1977) menggunakan empat kategori motivasi yang siap diterapkan untuk menggambarkan wisatawan, yaitu:
  1. Motivasi fisik, berhubungan dengan penyegaran tubuh dan pikiran, tujuan kesehatan, olahraga dan kesenangan. Kelompok motivasi ini berkaitan dengan kegiatan yang akan mengurangi ketegangan.
  2. Motivasi budaya, diidentifikasi oleh keinginan untuk melihat dan mengetahui lebih banyak tentang budaya lain, untuk mencari tahu tentang penduduk asli suatu negara, gaya hidup mereka, musik, seni, cerita rakyat, tari, dan lain-lain.
  3. Motivasi interpersonal (motivasi sosial), kelompok ini memiliki keinginan untuk bertemu orang baru, mengunjungi teman atau kerabat dan mencari pengalaman baru dan berbeda. Wisata adalah suatu pelarian dari hubungan rutin dengan teman-teman atau tetangga atau lingkungan rumah atau digunakan untuk alasan spiritual.
  4. Motivasi status dan prestise (motivasi karena fantasi), termasuk keinginan untuk kelanjutan pendidikan (seperti pengembangan pribadi, peningkatan ego, dan sensual indulgence). Motivasi ini berkaitan dengan keinginan untuk mengakui dan memperhatikan orang lain sebagai upaya peningkatan ego pribadi. Kategori ini juga mencakup pengembangan pribadi dalam kaitannya dengan pengejaran hobi dan pendidikan.

Jumat, 13 April 2018

KAMPUNG AMPEL SEBAGAI URBAN HERITAGE KOTA SURABAYA

Kampung Ampel terletak dalam Kawasan Wisata Religi Sunan Ampel, yang di dalamnya terdapat Masjid Agung Sunan Ampel dan makam Sunan Ampel. Sebagai kawasan wisata religi, tentunya Kampung Ampel tidak pernah sepi oleh pengunjung yang berdatangan dari berbagai daerah. Akibat dari ramainya kunjungan masyarakat pada kawasan tersebut, Kampung Ampel memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai tempat usaha atau tempat berdagang. Kampung Ampel Masjid dan Kampung Ampel Suci merupakan dua lokasi yang memang diperuntukkan sebagai lokasi khusus untuk berdagang atau dalam kata lain diperuntukkan sebagai pasar. Dua kampung ini merupakan akses utama untuk menuju ke kompleks Masjid Sunan Ampel dan Makam Sunan Ampel. Di sepanjang Kampung Ampel Masjid dan Kampung Ampel Suci terdapat toko-toko yang melakukan kegiatan perniagaan. Toko-toko tersebut berdagang mulai dari pakaian/busana muslim, minyak wangi, makanan khas Timur Tengah (seperti: kurma, kismis, dan roti maryam) hingga buku/kitab. Kawasan ini setiap harinya selalu ramai dipenuhi oleh peziarah yang berdatangan dari seluruh penjuru negeri. Ramainya kegiatan perniagaan di Kampung Ampel Masjid dan Kampung Ampel Suci dapat menggerakkan dan menggairahkan roda perekonomian di sekitar kawasan ini. Dengan adanya kawasan perdagangan di wilayah Ampel ini diharapkan dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, sehingga mengurangi angka pengangguran khususnya di Surabaya.

Perkampungan di kawasan Ampel merupakan pemukiman swadaya, yaitu dibangun dan dikembangkan sendiri oleh masyarakat tanpa adanya campur tangan dari pemerintah maupun pihak swasta. Oleh karenanya, pada awal pembangunan perkampungan swadaya ini tidak ada sebuah blueprint tentang rencana tata ruang pemukiman di kawasan ini, atau dalam kata lain, tidak ada aturan khusus mengenai aspek-aspek dalam pembangunan fisik suatu bangunan, seperti misalnya: Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB). Hasilnya, secara umum bangunan rumah di kawasan pemukiman Arab ini memiliki Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebesar hampir 100%, yang mana bangunan-bangunan rumah tersebut tidak memiliki daerah resapan air karena seluruh luas tanahnya tertutup oleh bangunan. Hal ini menimbulkan potensi terjadinya banjir apabila tidak dibarengi dengan adanya saluran drainase yang memadai. Namun sejauh pengamatan saya selama ini, Kampung Ampel termasuk daerah yang belum pernah tergenang banjir saat musim penghujan datang. Hal ini disebabkan karena saluran irigasi di badan jalan raya yang cukup lebar dan mampu menampung luapan air ketika hujan deras melanda. Berbeda dengan daerah Ketintang yang selalu menjadi langganan banjir, daerah Ampel ini justru lolos dari luapan air. Padahal, kepadatan penduduk di Ampel jauh lebih tinggi daripada di Ketintang.

Permasalahan Kampung Ampel yang lain adalah mengenai penggunaan lahan atau land use. Pemukiman di Kawasan Ampel bisa digolongkan sebagai pemukiman yang cukup padat, sehingga sulit sekali ditemukan lahan kosong atau lahan hijau di kawasan ini. Kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) menyebabkan beberapa masalah, di antaranya yaitu menurunnya kualitas lingkungan di permukiman ini serta kurang adanya lahan yang cukup sebagai daerah resapan air. Selain permasalahan mengenai land use dan Intensitas Pemanfaatan Ruang (IPR), berdasarkan survei lapangan, ditemukan bahwa beberapa kondisi jalan perkampungan dalam kondisi yang tidak cukup bagus (Mintarsih, 2013). Jalan yang berlubang secara otomatis akan mengurangi kenyamanan warga ketika melewati jalan di perkampungan tersebut.

Banyaknya potensi-potensi yang terdapat di Kampung Ampel dapat menggambarkan keberlanjutan pembangunan Kampung Ampel ke depannya, antara lain:
  1. Sebagai bagian dari kawasan wisata religi. Letak dari perkampungan Arab yang termasuk dalam Kawasan Wisata Religi Sunan Ampel memudahkan perkampungan ini dalam membangun dan mengembangkan program wisata religi. Didukung dengan adanya Masjid Agung Sunan Ampel dan Makam Sunan Ampel, maka akan membantu keberlanjutan wisata religi di Kampung Arab ini.
  2. Sebagai pusat kegiatan perekonomian di Surabaya Utara. Sebagai salah satu daya dukung dalam program wisata religi, diperlukan pula sarana dan prasarana dalam bidang perdagangan. Dalam hal ini, Kampung Ampel memiliki potensi terjadinya keberlanjutan sebagai tempat usaha dan tempat berdagang dikarenakan tempatnya yang strategis serta ramainya kunjungan wisatawan yang ingin melakukan wisata religi. Alasan ini diperkuat dengan masih terlihat keeksistensian Pasar Ampel sebagai pusat perdagangan dan jasa di wilayah Surabaya Utara hingga sekarang.
  3. Sebagai salah satu situs urban heritage di Surabaya. Peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi di perkampungan ini patut dilestarikan keberadaannya sebagai kawasan sejarah di Surabaya. Selain itu masih banyak ditemukannya bangunan-bangunan kuno dengan karakteristik bangunan khas Arab yang masih bertahan hingga sekarang. Hal-hal tersebut tentu saja dapat mendukung adanya keberlanjutan Kampung Ampel sebagai salah satu situs urban heritage yang masih bertahan hingga sekarang di Kota Surabaya.
Mengenai urban heritage ini, Ahmed Skounti (2009) menyatakan pendapatnya sebagai berikut.
Apa yang hari ini kita anggap sebagai warisan tidak selalu demikian halnya di masa lalu; hal itu menjadi warisan melalui intervensi sejumlah faktor yang berbeda. Warisan bukanlah sesuatu yang terberi sejak awal mula; hal itu merupakan sesuatu yang dibuat, dan terdapat sejumlah elemen yang dipertaruhkan dalam pembuatan tersebut. Pertama, di sana terdapat pertaruhan ekonomi yang terkait dengan hasil yang diharapkan diperoleh dari penguasaan sumberdaya seperti peluang usaha, penciptaan pekerjaan, penanaman modal, turisme, devisa, dan sebagainya. Kemudian terdapat pertaruhan politis karena warisan (dalam pengertian luas) disebut-sebut dalam pemilihan, mendorong persaingan antar kelompok dan pribadi untuk mendaku sepotong kekuasaan dan muatan ekonomis yang menyertainya – nyata maupun anggapan – dari kelompok tersebut. Di sana juga terdapat pertaruhan sosial, yang melibatkan dorongan dalam diri kelompok dan pribadi tersebut untuk meraih prestise sosial, ‘terpandang’ dan modal simbolik sekaligus. Akhirnya, di sana juga terdapat pertaruhan kultural yang terletak pada afirmasi akan identitas yang kuat, homogen dan tidak berubah, yang kadangkala dimanipulasi untuk menggerakkan orang.”

Kampung Ampel adalah kawasan yang dapat dikembangkan sebagai salah satu situs urban heritage di Kota Surabaya. Banyaknya nilai sejarah yang terkandung di dalam perkampungan ini, seperti sejarah pembangunan kampung di zaman dahulu serta sejarah pemberian nama kampung, merupakan sebuah aset berharga yang sayang untuk diabaikan begitu saja. Oleh karenanya, kawasan ini memiliki potensi untuk dilestarikan keberadaannya sebagai kawasan sejarah, mengingat kawasan Ampel ini keasliannya masih terawat dengan baik, masih banyak ditemukan bangunan kuno yang sudah ada sejak zaman Pemerintahan Kolonial Belanda serta karakteristik khas Kampung Arab yang tidak ditemukan di perkampungan lain, sehingga Kampung Ampel dapat dijadikan sebagai kawasan wisata sejarah yang menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan yang sedang berlibur di Surabaya. 

Kawasan Sunan Ampel merupakan salah satu kawasan di Kota Surabaya yang merepresentasikan kehidupan antaretnik dalam satu wilayah. Kawasan ini memiliki budaya yang secara kasat mata berbeda dengan budaya kawasan maupun kelompok masyarakat lain di Surabaya. Di kawasan ini, etnis-etnis tersebut berperan sebagai pelaku komoditas perdagangan. Memang, aktivitas perdagangan menjadi penopang utama dari kehidupan sebagian warga dari berbagai etnis tersebut di Kampung Ampel. Ada semacam pertaruhan ekonomi di kawasan ini dan hal ini dapat menimbulkan persaingan dagang antaretnis. Selain itu, perasaan-perasaan terikat pada kelompok etnis yang menimbulkan etnosentrisme dan rasisme merupakan sesuatu hal yang mungkin saja terjadi. Menarik sekali, terlebih karena etnis-etnis ini masih bertahan dengan segala keadaannya, sekalipun itu berupa konflik. Bahkan, mereka mampu membangun wilayah Ampel menjadi salah satu pusat wisata belanja dan religi di Kota Surabaya.

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya disebutkan:
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Berdasarkan definisi di atas, dapat dikatakan bahwa Kampung Ampel merupakan cagar budaya yang patut untuk dijaga dan dilestarikan karena mengandung nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan juga agama. Kampung Ampel merupakan warisan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional. Namun yang lebih penting dari semua itu adalah apakah masyarakat Ampel sendiri merasakan dan memperlakukan Kampung Ampel sebagai warisan budaya yang menjadi salah satu penanda identitas mereka, atau apakah hal itu dirasakan dan diperlakukan oleh masyarakat Ampel sebagai jembatan yang menghubungkan mereka dengan para pendahulunya. Sebagai tambahan, bila Kampung Ampel ini dipandang sebagai warisan budaya perkotaan (urban heritage), sudah selayaknya penataan kampung dilakukan dengan mempertimbangkan apa yang dilakukan oleh warga kampung terhadap ruang spasial mereka, dengan tidak memfragmentasikan secara ketat antara ruang publik dengan apa yang mereka sebut dengan privacy, seperti membangun pagar di sekeliling rumah setinggi mungkin.

Referensi
Mintarsih, Rizqia. 2013. Identifikasi Karakteristik Permukiman Di Kota Surabaya: Kampung Arab Ampel. Surabaya: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS.

Skounti, Ahmed. 2009. ‘The authentic illusion: humanity’s intangible cultural heritage, the Moroccan experience’ dalam Intangible Heritage. Laurajane Smith & Natsuko Akagawa (eds.). New York: Routledge.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

FUNGSI KEBUDAYAAN DALAM STRUKTUR PEMERINTAHAN INDONESIA: PENDIDIKAN ATAU PARIWISATA?

Sektor kebudayaan sebelumnya berada di bawah naungan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, yang kemudian pada tanggal 18 Oktober 2011 dilakukan perubahan menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Perubahan struktur kementerian Indonesia ini mengakibatkan pergeseran makna “kebudayaan”. Di bawah naungan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, kebudayaan lebih banyak dipahami sebagai tontonan yang dapat dijadikan wahana menarik wisatawan (baik itu wisatawan domestik maupun wisatawan asing) untuk datang ke wilayah tertentu, di samping karena pariwisatanya. Dengan kata lain, kebudayaan dan pariwisata merupakan satu paket yang tidak terpisahkan, yang (kasarnya) memiliki tujuan berbau ekonomi. Sementara di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kebudayaan dipahami sebagai tuntunan untuk membangun manusia Indonesia yang berjati diri dan berkarakter dalam berbangsa dan bernegara. Untuk mengembalikan kebudayaan sebagai tuntunan, dilakukan dengan upaya penggalian, penanaman dan penguatan nilai/filosofi/makna kearifan lokal dalam masyarakat, sehingga dapat dipetik manfaatnya. 

Visi pembangunan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan adalah “Memperkukuh kebudayaan Indonesia yang multikultur, bermartabat, dan menjadi kebanggaan masyarakat dan dunia”. Kebudayaan Indonesia diartikan sebagai keseluruhan gagasan, perilaku, dan hasil karya manusia yang dikembangkan melalui proses belajar dan adaptasi terhadap lingkungannya yang berfungsi sebagai pedoman untuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemendikbud 2010-2014, disebutkan bahwa dengan terintegrasinya fungsi kebudayaan dengan fungsi pendidikan, Kemendikbud bertanggung jawab melestarikan warisan dan nilai-nilai budaya dan sejarah yang mencakup:
  1. Pembangunan karakter bangsa, di antaranya dilakukan melalui: persemaian nilai budaya sebagai pembentuk karakter bangsa; fasilitasi sarana budaya untuk sekolah; bahan publikasi/internalisasi nilai sejarah dan budaya; museum masuk sekolah;
  2. Pelestarian warisan budaya, di antaranya dilakukan melalui: registrasi nasional cagar budaya sebagai warisan budaya nasional; revitalisasi cagar budaya; dan revitalisasi museum; dan
  3. Penguatan diplomasi budaya, di antaranya dilakukan melalui: penyelenggaraan forum dunia bidang kebudayaan; penguatan diplomasi budaya: rumah budaya di luar negeri; pengembangan rumah budaya nusantara; penominasian warisan budaya nasional menjadi warisan budaya dunia (UNESCO).
Dari penjelasan tersebut, dapat kita pahami bahwa fungsi kebudayaan saat ini adalah salah satu wahana untuk membentuk karakter bangsa, kebudayaan adalah salah satu alat pendidikan karakter. Namun, sektor kebudayaan faktanya tidak benar-benar terpisah dari sektor pariwisata, karena dalam struktur beberapa pemerintah daerah ternyata terdapat Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Dispudparpora) yang terpisah dari Dinas Pendidikan.

Bagaimana menurutmu?

Jumat, 01 Desember 2017

REVIEW BUKU DOMINIC STRINATI "AN INTRODUCTION TO THEORIES OF POPULAR CULTURE"

CHAPTER 1 -  MASS CULTURE AND POPULAR CULTURE
Review by Dio Romadhon

Era modern dapat dipetakan dengan cara yang telah diidentifikasi dengan budaya massa, datangnya media massa, dan meningkatnya komersialisasi budaya. Pertumbuhan gagasan budaya massa sangat nyata sejak 1920 - 1930an, dan seterusnya. Buku ini bukan membahas perdebatan budaya massa, tetapi menghubungkan kemunculan budaya massa dengan bangkitnya pasar ekonomi. Burke menunjukkan bahwa gagasan modern tentang budaya populer adalah asosiasi dengan berkembangnya kesadaran nasional di akhir abad ke-18, dan hasil dari usaha oleh intelektual untuk mengubah budaya populer menjadi budaya nasional. Perbedaan ini, misalnya, antara budaya populer dan 'tinggi' atau budaya 'belajar' dapat ditemukan dalam periode ini dalam tulisan-tulisan penyair Jerman Herder (Burke 1978: 8).

Gagasan budaya populer jelas disebutkan oleh Williams (1976), mengacu pada pergeseran perspektif antara abad ke-18 dan ke-19. Dia mencatat bahwa “populer” berarti dilihat dari sudut pandang orang-orang yang mencari bantuan atau kekuasaan atas mereka, namun perasaan sebelumnya tidak mati. Ini berarti, budaya populer tidak teridentifikasi oleh masyarakat, tetapi oleh yang lain. Baru-baru ini, budaya populer sebagai budaya sebenarnya dibuat oleh orang untuk diri mereka sendiri berbeda dari semua, itu sering mengungsi ke masa lalu sebagai budaya rakyat tapi juga penting penekanan modern.

Perkembangan gagasan tentang budaya populer dikaitkan dengan argumen tentang makna dan interpretasi yang mendahului, tetapi menjadi sangat mencolok dalam perdebatan seputar masa budaya. Secara khusus, tiga tema terkait dapat ditemukan di pekerjaan. Yang pertama menyangkut apa atau siapa yang menentukan budaya populer. Dari mana budaya populer berasal? Apakah itu muncul dari orang itu sendiri sebagai ekspresi otonom mereka dalam minat dan pengalaman, atau dipaksakan dari atas oleh mereka yang berbeda dalam posisi berkuasa sebagai tipe kontrol sosial? Apakah budaya populer bangkit dari orang orang bawah, atau tidak itu tenggelam dari kalangan elit “tinggi” atau lebih tepat pertanyaannya sebuah interaksi antara keduannya? Tema kedua menyangkut menyangkut pengaruh komersialisasi dan industrialisasi atas budaya populer apakah kemunculan budaya dalam komoditas bentuk berarti bahwa kriteria profitabilitas dan marketbility  didahulukan dari kualitas, kesenian, integritas dan intelektual tantangan? Atau apakah pasar yang semakin universal, budaya populer memastikan bahwa benar-benar populer karena itu menyediakan komoditas yang orang inginkan? Apa yang menang ketika budaya populer secara industri yang dijual sesuai dengan kriteria atau kualitas? Tema ketiga menyangkut ideologis peran budaya populer, apakah budaya populer di sana indoktrinasi orang-orang, agar mereka menerima dan mematuhi ide dan nilai yang menjamin dominasi lanjutan, mereka yang berbeda dalam posisi istimewa yang dengan demikian menjalankan kekuasaan atas mereka? Atau tentang pemberontakan dan oposisi terhadap tentangan yang berlaku. Apakah itu mengungkapkan, namun tidak terlihat, halus, dan sederhana, tahan terhadap mereka yang berkuasa, dan subversi, cara dominan berpikir dan bertindak?
 
Ini adalah isu yang masih sangat hidup, evaluasi budaya populer kedatangan bioskop dan radio, produksi massal dan konsumsi budaya. Kenyataannya bahwa budaya menjadi hampir tak terbatas produksinya karena pengembangan teknik produksi industri menimbulkan banyak masalah bagi ide tradisional tentang peran budaya dan seni di masyarakat. Mereka memicu kekhawatiran tentang komersialisasi budaya, dan menimbulkan kekhawatiran tentang potensi mereka diberikan pada rezim politik. Konsep massa masyarakat telah membentuk satu perspektif penting dalam media massa dan budaya massa di masyarakat kapitalis modern.
 
Budaya Massa dan Masyarakat Masal 
Ini masih menyangkut dengan apa yang dimaksud 'masyarakat masal'. Sebuah masyarakat masal terdiri dari orang-orang yang hanya bisa berhubungan satu sama lain seperti atom dalam senyawa fisika dan kimia. Dalam masyarakat masal, individu dibiarkan lebih banyak, seperti Inggris dan Amerika. Secara moral cara hidup yang tepat orang menemukan diri mereka dalam situasi ini sebagai atomised individual karena industrialisasi dan urbanisasi mengarah kemunduran mediasi organisasi sosial ini adalah organisasi, seperti desa, keluarga, dan gereja, yang pernah memberikan rasa identitas psikologi, sosial perilaku dan kepastian moral bagi individu. Sebaliknya, rekan-rekan modern, seperti kota atau sains, tidak berkerja dengan cara yang sama. Mereka tidak bisa menumbuhkan identitas, definisi perilaku dam moralitas mode. Menurut teori, orang dalam masyarakat massal atomised, baik secara moral dan sosial. Teori budaya massa telah mengemukakan bahwa demokrasi dan pendidikan bisa menjadi perkembangan yang berbahaya berkontribusi terhadap kondisi patologis masyarakat masal. Dari sudut pandang, demokrasi berarti semua orang berhak atas kewarganegaraan politik, pendidikan berarti kemampuan untuk terlibat lebih dalam aktivitasnya, kemampuan untuk membaca, menulis, mendiskriminasikan, permintaan, tahu, mengerti menjadi lebih mudah diakses, secara formal setidaknya, untuk semakin banyak orang sama seperti massa atau populasi pada umumnya mulai dianggap mempengaruhi keputusan pemerintah dan politik karena perpanjangan hak kewarganegaraan politik, jadi ekspansi kecenderungan budaya ini, dikombinasikan dengan efek universal pendidikan dasar.
 
Ada tempat untuk seni, budaya elit, dan tempat budaya populer yang muncul dari akar rumput.  Budaya populer ini tidak akan pernah bisa menjadi seni, namun kekhasannya diterima dan dihormati dengan industrialisasi dan urbanisasi. Situasi mengubah masyarakat dan moralitas rusak, dan individu menjadi terisolasi, teralienasi dan anomis, terperangkap dalam hubungan sosial yang semakin meningkat dan kontraktual. Budaya massa dikenakan dari atas ini dibuat oleh teknisi yang dipekerjakan oleh pengusaha, konsumen pasif, partisipasi mereka terbatas pada pilihan pembelian dan tidak membeli, budaya massa mencegah dinding, massa menjadi bentuk dominasi politik.
 
Perdebatan Budaya Massa
Sederhananya, kita dapat mengatakan bahwa budaya massa merujuk kepada budaya populer yang dihasilkan oleh teknik industri produksi massa, dan dipasarkan untuk keuntungan bagi publik masal atau costumer. Pertama, kita mencatat bahwa industrialisasi dan urbanisasi memunculkan pasar masal untuk media massa terbaik melayani untuk budaya massa. Kedua, industri masal dan pasar masal mendorong penyebaran budaya massal untuk pendekatan, penentu budaya massa adalah keuntungan produksi dan pemasarannya bisa dihasilkan dari potensi pasar umum. Jika budaya massa tidak menghasilkan uang, maka tidak mungkin dihasilkan. Hal ini membawa kita pada peran kedua dari moralitas, yaitu pekerjaan pendidikan di sekolah dan universitas. Fungsi minoritas adalah untuk membentuk sebuah elit evant yang akan mendukung dan menyebarkan interprestasi kebangkitan budaya massa, dan peringatan tentang penduduk, dan mencoba membalikan kemunduran yang serius. Dan yang kedua, untuk mendapatkan kembali posisinya sebagai otoritas di Indonesia, karena posisinya sebagai otoritas tertinggi penengah selera dan nilai budaya dan seni.
 
Kenapa disebut budaya homogen? Karena hal itu menghancurkan semua nilai, karena penilaian penyiratan diskriminasi. Karena itu disimpulkan bahwa budaya massa sangat demokratis, yang sama sekali menolak untuk melakukan diskriminasi terhadap apapun dan siapapun. Masalah sebenarnya nampaknya budaya massa itu, tidak seperti budaya rakyat, menolak untuk tetap pada tempatnya dan tetap berpegang pada massa, namun memiliki potensi di luar dan pasti ada kelebihannya. Perbedaan yang hasilkan oleh mereka yang berada di atas, untuk budaya massa sebagai berikut: pelatihan pembaca yang menghabiskan waktu luangnya di bioskop, melihat lihat majalah, surat kabar, mendengarkan musik jazz, tidak hanya gagal membentuknya, ini mencegahnya dari perkembangan normal, seperangkat kebiasaan yang tidak sesuai dengan mental usaha. Oleh karena itu, analisisnya tidak hanya bermanfaat apa yang dikatakan tentang apa yang dilihatnya sebagai efek merendahkan budaya massa berdasarkan standar sastra, tapi juga untuk politiknya menaggapi situasi yang melibatkan teori koheren peran intelektual dan elit. Namun, seperti yang akan kita lihat, gagasan yang serupa dengan budaya massa bisa terjadi ditemukan dalam teori populer tentang budaya populer, meskipun mungkin tidak dijelaskan dan dipahami dengan cara yang sama.

Budaya Massa dan Amerikanisasi 
Berawal dari produksi masal dan konsumsi budaya. Karena ini adalah masyarakat kapitalis yang paling dekat hubungannya dengan proses ini, relatif mudah untuk megidentifikasi Amerika sebagai rumah budaya massal. Begitu banyak budaya massa berasal dari Amerika. Hal itu tidak hanya mengancam standar estetika dan nilai-nilai budaya, sehingga menarik perhatian intelektual di Inggris tentang efek berbahaya dari pengaruh Amerika dapat ditemukan di abad ke-19. Amerikanisasi sering dilihat sebagai lambang dari apa yang paling berbahaya perkembangan masyarakat industri modern. Buku Hoggart menarik perhatian pada fakta bahwa persepsi pesan budaya tidak boleh dipisahkan dari kondisi sosial di mana ia terjadi, yaitu dari etos yang pada dasarnya mencirikan kelompok sosial. Hoggart menyatakan gagasan bahwa kelas pekerja asli masyarakat sedang dalam proses dilebur menjadi budaya massa dan amerikanisasi.

Amerikanisasi dan Kritik Teori Budaya Massa
Kritik yang bisa dibuat dari pemahaman tentang amerikanisasi dapat digunakan untuk mengenalkan kritik yang lebih umum tentang teori budaya massa. Ilmuan seperti Huxley menggambarkan sebuah pemahaman alternatif tentang Amerika dan amerikanisasi yang bisa digunakan untuk menawarkan komentar yang kritis tentang teori budaya massa. Poinnya adalah bahwa amerikanisasi tidak menghasilkan keseragamanan budaya yang lebih besar dan homogenitas yang massanya kritik budaya telah diprediksi.

Namun, sama sekali tidak jelas berapa yang banyak bisa diperdebatkan perkembangan sosial dan budaya yang lebih luas berdasarkan jumlah kecil novel yang dipilih dengan mudah. Novel juga digunakan untuk menulis sejarah sosial, tapi apakah itu karya sejarah sosial adalah masalah lain juga harus dicatat bahwa novel mata-mata mungkin tidak mewakili sarannya. Teori budaya massa perdebatan tentang amerikanisasi telah terjadi berlanjut sampai tahun 1970an dan 1980an dan telah berfokus untuk, misalnya, atas ancaman yang ditimbulkan pada identitas budaya nasional oleh program televisi Amerika yang populer.
 
Kritik Teori Budaya Massa
Saat ini, tampaknya sedikit yang akan terbuka dan menganut teori budaya massa. Namun mereka tetap populer. Misalnya, yang berkomitmen untuk membela apa yang mereka lihat sebagai sastra besar dan seni yan hebat dan meskipun mungkin tidak selalu ditelan utuh, beberapa argumen spesifik, seperti nilai perbedaan antara seni dan budaya populer, atau klaim budaya populer tidak sebaik dulu. Pertama masalah yang ini menunjukan kekhawatiran hak istimewa diberikan pada posisi elitis mengasumsikan budaya populer atau massal hanya bisa dipahami dan ditafsirkan dengan benar dari sudut pandang estetika dan selera elit. Budaya atau teori tinggi ini adalah masalah, karena prinsip atau nilai yang mendasari posisi ini juga diambil untuk diberikan atau ditatap tidak dipaksa.

Oleh karena itu, mampu menilai jenis budaya lain, tanpa pertanyaan diajukan tentang asumsi ini dan asumsi mereka kemampuan untuk lulus penilaian budaya. Teori budaya massa bisa jadi dikritik karena elitis bertumpu pada satu set nilai yang tidak teruji, yang membentuk persepsi populer budaya yang memiliki eksponenya. Teori budaya massa bisa jadi dikritik karena bertumpu pada satu set nilai yang tidak teruji yang membentuk persepsi populer budaya yang dimiliki oleh eksponennya. Budaya populer berkembang dari sudut pandang alternatif, dan nilai yang dimiliki alternatif sebagian, ini terjadi karena elitsme biasanya tidak memiliki sosiologi apapun. yang biasa respon terhadap masalah ini adalah meminimalkan pentingnya konsumen massal budaya populer karena mereka tidak berbagi asumsi estetis elit.

Representasi yang bisa ditemukan di berbagai macam berbeda media. Misalnya, representasi wanita dalam periklanan berbeda dengan yang ada di sinetron karena yang terakhir menggambarkannya wanita dalam berbagai peran yang lebih besar. D.Leavis menyarankan, misalnya, bahwa pembaca akan lebih baik dengan sebuah novel dari yang agug tradisi sastra Inggris dari majalah fiksi. Tapi bagaimana mungkin menentukan apa yang seharusnya dilakukan orang mengonsumsi, budaya populer apa yang mereka sukai dan tidak suka. Salah satu cara untuk mengklaim objektivitas kritik budaya massa adalah untuk berbicara atas nama orang-orang, dan memuji keasliannya dari budaya mereka sambil mengutuk kepalsuan massa budaya. Budaya massa, tidak seperti asli dan otentik populer atau budaya rakyat, tidak timbul dari atau relevan dengan kehidupan dan pengalaman orang. 

Zaman keemasan, masa lalu itu ini sulit untuk dijabarkan secara historis dan secara geografis. Apalagi, kapan kemundurannya dimulai? dengan munculnya pasar komersial untuk budaya populer, dengan bangkitnya budaya massa modern dengan penyebaran kepemilikan radio, dominasi bioskop Hollywood atau lokasi televisi. Perbedaan yang ditarik oleh kritik budaya massa antara massa dan budaya tinggi tidak begitu jelas atau statis seperti yang mereka klaim. Batas yang ditarik antara budaya populer dan seni, antara budaya tinggi, apa yang keluar dari contoh yang dikutip adalah sulitnya menjaga perpecahan yang jelas antara seni dan budaya pupuler. Hal ini, pada gilirannya, menunjukkan bahwa menganalisis perbedaan antara jenis budaya harus memperhitungkan pergeseran historis hubungan kekuasaan antara kelompok yang terlibat, dan kategori rasa dipertaruhkan dalam perbedaan ini.

Mengevaluasi apa yang mereka tonton di televisi, terlihat bahwa hubungan antara masyarakat dan budaya populer tidak seperti budaya massa, tetapi sebagai aspek pergeseran hubungan antara kekuatan dan pengetahuan. Teori ini cenderung berbicara atas nama audiens daripada mencari tahu apa yang harus dikatakan untuk dirinya sendiri. Namun, hal ini menyiratkan bahwa masyarakat entah bagaimana adalah yang kuat, bahkan lebih berkuasa, daripada produsen budaya populer.

Sabtu, 05 Agustus 2017

RESENSI BUKU THE LOCAL FOOD REVOLUTION: HOW HUMANITY WILL FEED ITSELF IN UNCERTAIN TIMES (MICHAEL BROWNLEE)

Tulisan Michael Brownlee (2016) yang berjudul The Local Food Revolution: How Humanity Will Feed Itself in Uncertain Times menunjukkan bagaimana manusia menghadapi terjadinya krisis pangan global yang berkepanjangan. Brownlee memaparkan panduan praktis bagi mereka yang berharap untuk menavigasi proses menantang membentuk sistem pangan lokal atau regional, menyediakan peta jalan untuk memulai proses meluruskan sistem pangan industri global yang mendalam tidak berkelanjutan dan telah gagal. Buku ini ditulis untuk menginformasikan, menginspirasi, dan memberdayakan petani atau peternak, tukang kebun masyarakat, calon pengusaha makanan, venturer rantai pasokan, pembeli makanan komersial, pemilik restoran, investor, aktivis pangan masyarakat, lembaga non-profit, pembuat kebijakan, atau leaders yang berharap untuk menjadi katalisator untuk perubahan. Buku ini menyediakan cetak biru untuk tindakan ekonomi, dengan saran spesifik yang membuat proses lebih sadar dan terencana.

Brownlee (2016) memetakan proses yang mendasari lokalisasi makanan dan menguraikan rute masyarakat, daerah, dan foodsheds dalam upaya mereka untuk mengendalikan produksi dan distribusi pangan. Dengan berbagi strategi yang telah terbukti berhasil, Brownlee menunjukkan pendekatan yang mungkin tidak terlihat dan belum diselidiki. Penelitiannya menggambarkan bagaimana lokalisasi makanan yang terjadi di lapangan. Beberapa dilema menantang etika, moral, ekonomi, sosial, dan ambang batas yang mungkin timbul sebagai pergeseran makanan lokal yang berkembang. Bagi siapa saja yang ingin memahami, secara konkret, tantangan yang unik dan peluang luar biasa yang menampilkan diri seperti kita mengatasi salah satu masalah yang paling mendesak, Revolusi Pangan Lokal adalah sumber daya yang sangat diperlukan.

Jumat, 16 Juni 2017

BBC NEWS AS A NEW MEDIA


People say that we are living in an era of cyberspace, where physical boundaries and geographical boundaries are not a problem. We can connect with people in different parts of the world in real time. New media allows it all to happen. New media is a term that emerged in the late 20th century to include the incorporation of traditional media, such as movies, pictures, music, oral and words, with the interactive power of computers and communication technologies over the internet. New media offer possible access to content anytime, anywhere, on any digital device, as well as interactive, creative user feedback and community participation around media content. Here I will review one example of new media, namely BBC News.
BBC News as A New Media
The BBC or the British Broadcasting Corporation is one of the largest broadcasting industry in the world. This company network has reached almost all regions in various parts of the world. That's why almost all the policies that corporate strategy is often used as a reference by many broadcasting companies around the world. The principle of BBC journalism is to present the news by bringing accuracy, justice, and transparency and independence.

The internet can be said as a new medium that has many advantages over the old media. According to Feldman (in Flew, 2005: 101), new media is easy to manipulate. This often gets a negative response and becomes a debate, because new media allows everyone to manipulate and change data and information freely. New media is networkable. That is, the content contained in new media can be easily shared and exchanged between users through the internet network available. This characteristic may be referred to as an advantage, as new media allow everyone to connect quickly and provide solutions to distance and time constraints between users. In addition, the new media is compressible. The contents of the new media can be reduced in size, so that the capacity can be reduced. This makes it easy to save the content and share it with others.

The new media is solid, where we only need a small space to store content in new media. For example, we only need one "PC" connected to the Internet to store information from different parts of the world within the PC. On the other hand, the new media is impartial. The content in it does not take sides with anyone and is not controlled by a handful of people. That's why new media is often referred to as a very democratic media, because media capitalization is no longer valid (Shinta & Loisa, 2011). Everyone can become producers and consumers simultaneously and each user can be active there.

The emergence of the term "new media" is very closely related to the internet presence in this world. Although in its development the new media is not only limited to internet, but internet is the most dominant tool or media in new media era. As Flew (2005) points out: ”The idea of new media captures both the development of unique forms of digital media, and the remaking of more traditional media forms to adopt and adapt to the new media technologies………………. The internet represents the newest, most widely discussed, and perhaps most significant manifestation of new media.

In this case some experts agree that the term new media is used to distinguish from old media or traditional media first there. Internet as a new media in principle can be utilized by anyone and for any purpose. Many years after the internet appeared, then began the era of online news. So is the case with BBC News which then appears on the online site and load the news online, so that can be accessed by all users in various parts of the world. BBC News is accessible for 24 hours, so it does not matter whether someone reads news at midnight or early morning. As an online news site, BBC News is networkable where the content / news that is in it can be easily shared and connected quickly and provide solutions to the constraints of distance and time between users. The ability of BBC News to distribute news free of charge, faster, interactive, and at the moment is considered an appropriate condition for expanding the reader network. The synergy between audio-visual (television) and online platforms gives birth to the power of forming a convergence medium. From here, it was born as an illustration of Jhon V. Pavlik that the convergence medium is the merging of all forms of media communication to an electronic form, a digital form, computer-driven and the functioning of network technology (Pavlik, 2006: 134). BBC News is an integration of radio and television news in an online news site, capable of expanding the network to the world.

Denis McQuail (2000) shows four new media categories: (1) Interpersonal communication media, such as telephones (which are increasingly mobile and even connected to the internet) and e-mail; (2) Interactive media, for example all software in computer and video games; (3) Information search media, the most relevant example is the internet which is a virtual world library, including in it are google.com, yahoo.com, msn.com. aol.com. This new technology allows the audience to be active and subject while technology becomes its object; and (4) Collective participatory media. An example is the use of the internet for sharing and exchanging information, ideas, and experiences. Here it is clear that BBC News meets all four new media categories raised by McQuail. BBC News is a medium of interpersonal and interactive communication where the audience can provide information that is responsible to the editor by telephone or e-mail. Use of the internet also facilitate the audience to participate actively in the exchange of information, ideas, or experience.

Denis McQuail (2000) also provides five differentiation concepts between new media with conventional media, namely: (1) Degree of interactivity, where interaction in new media more flexible and higher than conventional media; (2) A degree of secial presence where the mass media is more personal, reducing ambiguity. In its application, BBC News as a new medium allows the audience to be able to communicate personally with the media by making direct contact; (3) The degree of autonomy, in which the user in this case the netizen has the ability to control the content and use of its own media and become an independent source; (4) Playfullness degree, media ability to provide entertainment for the users; And (5) The degree of privacy associated with the content edges of media users. They are free to display anything in new media (internet) so as to produce unique media (different) and personal.

In the new media theory, McQuail also shows 6 differences between old media and new media, namely: (1)  old media concept is an object of talking to many people, while new media is decentralized, which means everyone has the opportunity to speak to anyone; (2) old media is one way communication, while the new media two way communication that allows the feedback from the audience; (3) old media under state control, while new media out of state control, can even be enjoyed by anyone in the world without state restrictions; (4) old media produce social layers while new media is producing the concept of democratization; (5) old media fragmented the audience, while new media put the audience in the same position; And (6) old media form social confusion, while new media are oriented towards individuals.

Online news sites such as BBC News allow for feedback from the audience. Also note that BBC News not only appear in online news sites, but also present in social networks, such as: facebook, twitter, and flickr. Audience has the opportunity to comment and share on news updates of BBC editors. This will help the realization of citizen journalism and also help mainstream media to integrate their information with information made by citizens. Richard Sambrook (2005) writes about the experience experienced by the BBC during coverage of terrorist bombings on the London subway where within 6 hours the BBC's editor received 1.000 photos, 20 amateur videos and 20.000 emails sent by residents. From here, the BBC realizes that citizens are already partners of the BBC in searching for information that citizens need, so BBC News as a new media also creates a condition of "citizen news for citizens", meaning BBC News has produced democratization in the social life of citizens. It is seen here that the BBC is a new, interactive media and the level of accuracy is much higher than that of mainstream media. In addition, BBC News with its online news site does not fragment the audience as it puts them in the same position. There is no limit to who is eligible or not entitled to access the BBC News website. Here all the audience are placed in the same position, all have the same rights in terms of access to the latest news and updated. The BBC also conducts broadcast education and free online media training to get closer to the audience by making their audience as a contributor. In a small case example, the BBC involved 10 local journalists who had been trained, who would later become part of the BBC's coverage team. A leap of change that has not happened in the television media in Indonesia.

Conclusion
From the explanation above, it can be concluded several things. First, the presence of an online news site, such as BBC News, can strengthen the function of conventional media to expand the reader network through a more diverse news distribution. Second, multimedia capabilities based on digital platform, interactive online media quality, and the arrangement of conventional mass media features overcome the declining number of readership of newspapers. Third, adding platforms through online news sites, can slightly increase the number of readers on conventional media, especially newspapers. Fourth, an interactive and creative new media, such as the online news site BBC News, is one of the efforts in realizing citizen journalism.

Jumat, 21 April 2017

PARIWISATA, GLOBALISASI, DAN PERUBAHAN BUDAYA

Pariwisata merupakan suatu hal yang kuat dan unik untuk perubahan masyarakat. Tulisan ini menggarisbawahi dampaknya terhadap ekonomi, sosial dan budaya kehidupan. Antropolog telah berusaha untuk melihat berbagai elemen masyarakat terintegrasi secara holistik, untuk menyoroti saling ketergantungan mereka. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa pariwisata adalah bisnis yang sangat kompleks, dan terdiri dari berbagai kelompok dengan kepentingan yang berbeda. Banyak konflik mengenai sumber daya yang disediakan oleh pariwisata. Dalam beberapa cara, pariwisata telah ditekankan dan menempatkan tekanan pada celah dalam lanskap sosial setempat. Kepentingan politik secara khusus terbagi atas rencana pembangunan yang diusulkan untuk pantai - dan protes besar-besaran, disertai dengan liputan media yang luas, yang dipimpin oleh walikota dan para pendukungnya. Pariwisata menjadi bagian yang sangat penting dari agenda politik.

Globalisasi, Perubahan, dan Agen
Pada intinya, globalisasi melibatkan pertukaran dan aliran ekonomi dan intelektual item dalam hal barang, pengetahuan, nilai-nilai dan gambar, serta orang-orang, pada skala global (lihat Featherstone, 1990a, b; Featherstone & Lash, 1995). Globalisasi sebagai sebuah konsep dan pengalaman tidak selalu harus dibatasi pada waktu tertentu atau tempat, tetapi harus dilihat sebagai: (a) menyiratkan upaya kelompok untuk homogenisasi lingkungan ‘global’ mereka, dan (b) pengembangan melalui komunikasi dan perdagangan dari jaringan yang luas. Kedua pengertian tersebut didasarkan pada pandangan dunia budaya berpartisipasi aktor. Pariwisata dianggap sebagai bagian dari proses globalisasi. Para wisatawan telah digambarkan sebagai 'orang dengan waktu luang yang mengunjungi tempat yang jauh dari rumah dengan tujuan untuk mengalami perubahan' (Smith, 1989c: 2). Dianggap bahwa wisatawan memiliki waktu luang, diskresioner pendapatan dan sanksi lokal yang positif, semua fitur yang mencirikan gaya hidup yang ideal dalam masyarakat industri kebarat-baratan. Dunia global dari komunikasi, iklan dan travel memungkinkan pelanggan untuk berpartisipasi sebagai wisatawan. Gambar, mimpi dan harapan yang 'dijual' untuk konsumsi masa depan sebagai media menarik klien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh wisatawan terhadap masyarakat lokal dengan menggunakan konsep-konsep tertentu termasuk 'peran'. Peran ini bukan seperti yang dibayangkan oleh kaum fungsionalis (lihat Linton, 1936) yang mengasosiasikan mereka dengan status sosial dan penerimaan aktor pasif (kualitas statis), melainkan peran yang beragam dan berubah, dengan aktor pembuat perubahan yang disengaja untuk mereka dan tindakan sosial yang mempengaruhi dan mengembangkan mereka. Bersama dengan peran, konsep 'agen' digunakan: tindakan aktif dan kesengajaan untuk mencapai tujuan tertentu. Orang-orang dianggap sebagai aktor dalam peran sosial atau sebagai pribadi yang membuat keputusan mereka sendiri. Hal ini memungkinkan untuk penjelasan orang sebagai membuat kesan mereka sendiri pada lingkungan umum, sadar diri dalam bertindak. Perbedaan antara cara spekulan bisnis, wisatawan, dan nelayan dalam melihat pantai memberi kita petunjuk mengenai pentingnya pengalaman, budaya, latar belakang, dan aktivitas saat ini dalam kaitannya berinteraksi dengan lingkungan mereka.

Identitas, Keaslian, dan Pandangan
Pada akhirnya, identitas dalam hal informasi publik secara sosial dibangun dan industri pariwisata merupakan bagian dari pembentukan dan pemasaran identitas, sama halnya dengan kepentingan politik dan hubungan sejarah dalam pengakuan identitas untuk tempat dan kelompok. Konsentrasi pada identitas sebagai alat penelitian membantu kita untuk memahami perilaku dan reaksi orang-orang dan kelompok. Graburn (1989) berpendapat bahwa liburan dalam masyarakat sekuler setara dengan festival keagamaan tradisional: profan atau, dalam kasus liburan, pengalaman non-biasa menggantikan pengalaman suci. Touring kontemporer juga telah disamakan dengan 'pencarian semangat profan’, di mana spesifikasi nilai-nilai budaya menentukan tujuan perjalanan. Gagasan ini memungkinkan Graburn untuk menempatkan pariwisata dalam konteks kegiatan ritual manusia sejarah, dengan slotting menjadi lebih antropologis diterima dalam manifestasi budaya universal. Aspek-aspek ini tergantung pada wisatawan dengan motivasi yang pasti sangat bervariasi dan memiliki sejumlah alasan yang berbeda berlibur. Salah satu aspek dari ini adalah bahwa liburan mungkin pencarian kebenaran pribadi, kesempatan untuk menjauh dari pekerjaan dan tekanan sosial untuk menemukan kembali atau memulihkan ruang pribadi seseorang dan ketenangan pikiran. Wisatawan sering menyelesaikan masalah pribadi, menemukan jawaban untuk kesulitan dalam kehidupan mereka dan membuat keputusan sulit selama periode liburan. Pertimbangan dari berbagai pendangan membawa kita ke salah satu isu utama, yakni: dampak pariwisata bagi wisatawan untuk bercampur dengan masyarakat setempat, berkomunikasi dengan mereka, bertemu dengan sederajat tingkat mereka (bukan pelanggan untuk hamba), mengeluarkan uang untuk layanan yang disediakan oleh masyarakat lokal (yang tidak dimiliki oleh bisnis besar) dan masuk ke dalam hubungan emosional dengan mereka. Hal ini bertentangan langsung dengan pandangan Smith (1989c: 14) dan Graburn (1989: 35) yang menyatakan bahwa atribut piagam massa wisatawan memiliki dampak terbesar karena jumlah dan kekuatan ekonomi mereka lebih besar dan kecenderungan untuk mengharapkan fasilitas Barat-nya. Tentu saja, ini adalah generalisasi dan akan selalu ada contoh yang bertentangan dengan mereka, tetapi penelitian ini menunjuk ke sebuah kelalaian yang serius atas nama banyak penulis pada pengembangan dan dampak pariwisata yang tidak mempertimbangkan konsekuensi dari komunikasi antara mengunjungi orang dan penduduk setempat. Juga, beberapa tidak menghargai dampak ekonomi yang berbeda dari berbagai jenis pariwisata pada penduduk pribumi yang menyediakan layanan bagi mereka.

Pulau dan Pariwisata
Pariwisata sering membentuk elemen proporsional lebih besar atau lebih signifikan dari perekonomian pulau. Hal ini juga mungkin memiliki dampak yang lebih luas di sebuah masyarakat pulau karena ukuran masyarakatnya yang kecil dan, karenanya, lebih tinggi tingkat interaksi sosial budaya. Pariwisata biasanya didasarkan pada wisata alam pulau (sering menjadi terpencil, pemandangan yang menarik dan satwa liar) serta pada warisan budaya yang berbeda. Kepulauan sering menghadapi cacat struktural karena mereka terisolasi, serta ukuran daerah dan populasinya yang kecil. Mereka memiliki basis sumber daya yang terbatas, pasar domestik kecil, skala ekonomi rendah, miskin aksesibilitas, infrastruktur terbatas dan mekanisme kelembagaan, serta tingginya ketergantungan pada kekuatan eksternal (Ioannides et al., 2001). Ketidakuntungan tersebut telah dilihat sebagai alasan untuk memberikan kompensasi khusus penduduk (diskon wisata, impor, dan sebagainya). Permasalahan yang dihadapi oleh pulau-pulau umumnya terkait dengan sumber daya terbatas yang menimpa pada keberlanjutan ekonomi pariwisata.

TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMER

Herbert Blumer mengutarakan tentang tiga prinsip utama interaksi simbolik, yaitu tentang pemaknaan (meaning), bahasa (language), dan pikiran (thought). Menurut Craib (dalam Sarmini, 2002: 50), asumsi teori interaksi simbolik Blumer adalah sebagai berikut.
  1. Manusia bertindak terhadap sesuatu dasar asumsi internilai simbolik yang dimiliki sesuatu itu (kata, benda, atau isyarat) dan bermakna bagi mereka.
  2. Makna-makna itu merupakan hasil dari interaksi sosial dalam masyarakat manusia.
  3. Makna-makna yang muncul dari simbol-simbol yang dimodifikasi dan ditangani melalui proses penafsiran yang digunakan oleh setiap individu dalam keterlibatannya dengan benda-benda dan tanda-tanda yang dipergunakan.
Sesuatu ini tidak mempunyai makna yang intrinsik karena makna yang dikenakan pada sesuatu ini lebih merupakan produk interaksi simbolis. Bagi Blumer, “sesuatu” itu bisa berupa fenomena alam, fenomena artifisial, tindakan seseorang baik verbal maupun nonverbal, dan apa saja yang patut “dimaknakan”. Menurut Blumer, sebelum memberikan makna atas sesuatu, terlebih dahulu aktor melakukan serangkaian kegiatan olah mental, seperti: memilih, memeriksa, mengelompokkan, membandingkan, memprediksi, dan mentransformasi makna dalam kaitannya dengan situasi, posisi, dan arah tindakannya. Pemberian makna tidak didasarkan pada makna normatif, yang telah dibakukan sebelumnya, tetapi hasil dari proses olah mental yang terus-menerus disempurnakan seiring dengan fungsi instrumentalnya, yaitu sebagai pengarahan dan pembentukan tindakan dan sikap aktor atas sesuatu tersebut.

Tindakan manusia tidak disebabkan oleh “kekuatan luar”, tidak pula disebabkan oleh “kekuatan dalam”, tetapi didasarkan pada pemaknaan atas sesuatu yang dihadapinya lewat proses yang oleh Blumer disebut sebagai self-indication. Proses self-indication adalah proses komunikasi pada diri individu yang dimulai dari mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna tersebut. Dengan demikian, proses self-indication terjadi dalam konteks sosial di mana individu mengantisipasi tindakan-tindakan orang lain dan menyesuaikan tindakannya sesuai dengan pemaknaan atas tindakan itu. 

Blumer mengatakan bahwa interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol, oleh penafsiran, dan oleh kepastian makna dari tindakan orang lain, bukan hanya sekedar saling bereaksi sebagaimana model stimulus-respons (Kamanto, 2000: 185). Makna dari simbol-simbol merupakan hasil dari interaksi sosial dalam masyarakat. Individu dan masyarakat merupakan aktor dalam interaksi simbolik yang tidak dapat dipisahkan. Tindakan individu tidak ditentukan oleh individu itu sendiri, juga tidak ditentukan oleh masyarakat, namun oleh pengaruh keduanya. Dengan kata lain, tindakan seseorang adalah hasil dari “internal dan eksternal stimulasi” (Sarmini, 2002: 53).

Referensi
Kamanto, Sunarto. 2000. Pengantar Sosiologi Edisi Kedua. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sarmini. 2002. Teori-Teori Antropologi. Surabaya: Unesa University Press.

Rabu, 05 April 2017

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL MASYARAKAT JAWA


Arsitektur tradisional Jawa terbagi menjadi lima tipe, yaitu: Tajug, Joglo, Limasan, Kampung, dan Panggang-pe (Prijotomo (1995: 5). Untuk tipe tajug sebenarnya tidak digunakan sebagai rumah tempat tinggal, namun digunakan sebagai rumah ibadah. Kelima tipe tersebut memiliki bentuk yang berbeda, yang dilihat dari bentuk atapnya. Prijotomo (1995) menyebutkan bahwa keempat tipe rumah tradisional Jawa, yakni: panggang-pe, joglo, limasan, dan kampung merupakan pengembangan dari tipe dasar, yaitu tipe tajug, yang kemudian digunakan untuk hal yang sakral seperti rumah orang mati dan masjid. Dari satu “bentuk dasar” inilah kemudian muncul tipe rumah lainnya. 

Perkembangan varian bentuk rumah Jawa antara lain karena faktor kemampuan ekonomi dan status sosial pemiliknya. Bentuk limasan banyak ditemukan pada rumah yang pemiliknya bisa dikatakan ekonominya cukup, sedangkan rumah bentuk kampung pada umumnya dimiliki orang-orang yang ekonominya pas-pasan (Subiyantoro, 2009: 227-228). Di sini saya secara khusus akan membahas rumah tradisional Jawa tipe joglo karena bangunan ini merupakan induk (“babon”) dari seluruh tipe bangunan Jawa yang ada (Prijotomo, 1995). Nama sesungguhnya dari joglo adalah “Jug-loro (juloro)” yang berasal dari “Tajug-loro” (dua Tajug). Dengan demikian kata Joglo berasal dari pengurangan suku kata“Jug-loro”, nama yang diberikan karena tipe joglo ini mengambil dasar ukurannya dari dua buah tajug yang dirapatkan, lalu dihilangkan “mustaka”-nya diganti dengan kayu memanjang kearah horizontal (“molo”) (Prijotomo, 1995). Perkembangan joglo bermula pada bentuk bangunan panggang-pe, yaitu bentuk bangunan yang hanya terdiri dari satu sisi atap saja yang biasanya miring. Pada tingkatan berikutnya berkembang menjadi bentuk kampung yang terdiri daru dua sisi atap rumah, di mana bagian puncak merupakan pertemuan kedua ujung atap. Kemudian berkembang menjadi bentuk limasan, jumlah atap sudah empat, ada sisi depan belakang dan sisi kiri dan kanan secara berpasangan. Sedangkan joglo merupakan bentuk rumah yang biasa dimiliki kaum ningrat atau bangsawan, yang terdiri dari empat sisi lengkap dengan mala yang ada di antara ujung empat sisi atap (Subiyantoro, 2009: 83).

Perkembangan sejarah joglo tidak terlepas dengan bangunan purba yang disebut "punden berundak", sebuah bangunan suci di mana struktur dan bentuk bersusun memusat semakin ke atas semakin kecil (Sunarningsih, 1999: 32). Bangunan lain yang turut mempengaruhi susunan dan bentuk rumah joglo adalah candi, yang tersusun menjadi tiga bagian, yaitu: bagian atas dinamakan arupadhatu sebagai alam Dewa, bagian tengah dinamakan rupadhatu sebagai dunia manusia, dan bagian bawah dinamakan kamadhatu (Subiyantoro, 2009: 78). Bentuk bangunan candi Hindu bagian atas yang semakin mengecil menyerupai gunungan jika dicermati sama dengan bentuk atap rumah joglo. Subiyantoro (2009: 79) menduga bahwa rumah joglo adalah bentuk transformasi dari candi. Menurut Subiyantoro (2009), bentuk rumah joglo yang banyak menggunakan kayu jati adalah bentuk perkembangan dari rumah sebelumnya yang dibuat dari batu sebagaimana pula untuk membuat candi. 

Bangunan rumah tradisional dapat dilihat dari dua skala, yaitu skala horizontal dan skala vertikal (Djono dkk, 2012). Skala horizontal membicarakan tentang pembagian ruangan, sedangkan skala vertikal membicarakan pembagian bangunan yang terdiri atas: bagian dasar atau kaki (lantai), bagian tengah atau tubuh (tiang, dinding), dan bagian atas atau kepala (atap). Skala horizontal merupakan simbol dari dunia manusia, sedangkan skala vertikal merupakan simbol dari dunia ke-Tuhanan. Dengan kata lain, rumah tradisional Jawa merupakan simbolisasi dari hubungan antara yang nyata dan yang gaib, antara yang bawah dan yang atas, antara bumi dan langit. Rumah merupakan pertemuan antara ke-Tuhanan (transenden) dengan kehidupan duniawi (imanen). Masyarakat Jawa menyebut tempat tinggalnya dengan sebutan omah yang merupakan bentukan dari dua kata, yaitu: om, yang diartikan sebagai angkasa dan bersifat kebapakan; dan mah yang bersifat keibuan (Mangunwijaya, 1992). Rumah dan bangunan yang dirancang oleh masyarakat Jawa dimaknai sebagai simbolisasi dari jagad manusia yang terdiri dari Bapa Angkasa dan Ibu Pertiwi (Pitana, 2011).

Mengutip tulisan Djono dkk (2012) bahwa dalam skala vertikal, joglo terdiri dari tujuh tataran dari bawah ke atas berturut-turut, yaitu: pondasi, bebatur, saka guru, sunduk kili, tumpangsari, ander, dan mala. Sedangkan dalam skala horizontal, pembagian ruang joglo terdiri lima ruang, yaitu: pendhapa, pringgitan, dalem, gadri, dan pawon. Ruang dalem posisinya tepat di tengah, diapit bagian depan oleh ruang pendhapa-pringgitan, dan diapit bagian belakang oleh ruang gadri–pawon. Sementara bagian kiri dan bagian kanan ruang dalem terdiri ruang gandhok kiri dan gandhok kanan. Struktur ini merupakan transformasi dari struktur alam (kosmologi) berupa empat arah mata angin, yaitu: (U) utara, (S) selatan, (T) timur dan (B) barat, dan satu titik pusat di tengah, yang merupakan persinggungan keempat arah mata angin tersebut. Dalam terminologi Jawa struktur ini disebut papat kiblat lima pancer.

Rumah tradisional Jawa bukan sekedar tempat untuk berteduh (fungsi praktis), melainkan juga dimaknai sebagai bentuk perwujudan dari cita-cita dan pandangan hidupnya atau fungsi simbolis (Santosa, 2000: 68). Rumah tradisi Jawa memiliki beberapa ruangan yang simetris dan terdapat hierarki ruang di dalamnya. Dari luar terdapat ruang publik yang bersifat umum, semakin ke dalam ruangan yang ada bersifat pribadi (private) (Djono, 2012: 274). 

Sabtu, 11 Februari 2017

THE "DISABLED" ARCHITECTURE OF THE DOME HOUSE TOURISM VILLAGE


Initially, the science of architecture only emphasizes the study of the building with the help of engineering science (Haryadi and Setiawan, 2010). But this time, the science of architecture has evolved by adopting a broad range of disciplines, such as social sciences, humanities, psychology, geography, and biology. Amos Rappoport (1969) states that the architecture is the space where human life, which is more than just physical, but also about the basic cultural institutions. These institutions include: governance set of social and cultural life of the community, which is accommodated and simultaneously influencing architecture. In other words, the science of architecture is not only emphasizes the structure of the building alone, but also pay attention to elements of nature and humanity will be living in it. This section will discuss the 'disability' or lack of home construction in New Ngelepen dome viewed from the aspect of health, psychological, cultural, and tourism. Dome house into a residential house for the residents of Kampung Ngelepen left homeless by the earthquake, built models and structures different from Java house in general. Dome house is a safe house to the threat of earthquakes and hurricanes, as well as fires. Spherical dome house, do not have a corner in the room, and there is no boundary between the room with the ceiling. It has a diameter of 7 m², divided into two bedrooms, one living room and one kitchen. Therefore, the rest of the high roof of the house, the dome house is then split into two floors where the upper floor serves as a ballroom. Strength building dome house are resistant to shock lies in the foundation system. System house foundation made circular dome, thus giving uniform strength across the side of the building. The foundation structure as it will follow the movement of the ground when there is an earthquake, so there is no opposite movement of the underground structures on it. Construction of the complex dome house in Sengir done with consideration of geographical aspects. Conditions dynamic plate in Sengir make the area prone to earthquakes, so the dome house considered suitable for residential house residents there. Dome house here can be seen as a building evacuation, which became a model for the citizens for the future to see live and feel the benefits of building a dome that, teach and provide understanding for the people of disaster-prone areas that the earthquake is no longer a problem, but a natural process which could happen at any time (http://regional.kompasiana.com/2013/08/25/rumah-dome-solusi-rumah-tahan-gempa-583897.html, accessed on July 10, 2015). 

In theory, if viewed from the aspect of health, design of dome house helpful to regulate the circulation of air in the room. The building structure is face down and made of thick concrete, makes a strong dome house and cool even though exposed to the sun. But in reality, residents complained the weather in the dome house is very hot, especially on the upper floors. Therefore, no one dome residents are willing to use the upper floor as a bed or doing other activities. Seeing the dome shape of the house and it's components, most likely poor air circulation in the room due to the lack of ventilation/air outlet in the dome. Coupled with a dome house division into two floors and furniture in the house, the air circulation inside the house is not going well and raises the temperature in the house increases.



The Healthy Building Construction of Dome
(Source: http://www.i-domehouse.com/)

Problems dome house is not only visible from the health aspect, but also in other aspects. Dome house architecture seems less attention to the psychological and cultural aspects of the people. Dome house architecture tend to emphasize the geographical aspects, namely the condition of the Earth's plates are unstable and prone to earthquakes. From the psychological aspect, architecture dome house less attention to the human dimension (human agency). Lack of comfort habitable because of the size of the narrow room, poor air circulation in the house, and the poor quality of the buildings into citizen complaints dome. Haryadi and Setiawan (2010) states that the size of the space is too big or too small will affect the psychological and behavior of the wearer. Space dome house that is too narrow could not sustain the activity of residents and resulted in the addition of a building on a dome house. Building addition is intended to provide comfort to the residents themselves in habitable. By adding the building, residents can move more freely and comfortably in his house. The high temperature in the dome house due to poor air circulation also makes people uncomfortable to be in the house when the daytime. Leisure habitable increasingly disturbed due to the quality of house construction lower dome, which caused cracks in the walls of the house and make the water seeping into the house when the rainy season comes. From the aspect of culture, adopting the concept of dome house for the people of Indonesia is not easy because they are unfamiliar with the concept of circular houses. Moreover, in traditional societies, traditions and customs are still very strong in the process of establishing a building. The dome seems to be designed with the understanding that the house is a shelter (protected space), namely as a shelter and refuge from a variety of natural disturbances. According to Rapoport (1969), the shape and pattern of a house must also consider factors other than natural conditions, the culture, religion, and behavior. In the Java community, traditional house-shaped canopy, joglo, pyramid, as well as the village is not related to the natural conditions or the availability of local materials in the manufacture of home, but is a symbol of an order of a hierarchical-pyramidal (Haryadi and Setiawan, 2010). The house as a place to stay not only a physical object or a building, but also a symbol that has a specific meaning. It is as stated Winner (1979; Ronald, 2005) that "a building is not only an object but also a sign, that any edifice is simultaneously some sort of refuge and a certain kind of massage". Dwelling house of Java as an artificial environment in a physical sense, the natural environment in the form of the natural universe (macrocosm) or natural circumstances surrounding human life. Meanwhile, in the sense of non-physical, residences Java is a social environment in the form of human life world (microcosm). Java community thought that the relationship between humans and the natural environment in the vicinity based on the existence of (living) in the cosmos universe is seen as something that is organized and arranged hierarchically (Mulder, 1973; Ronald, 2005).

"......... Residence is the second human skin, the house as a shelter from the negative character of nature, and the house was also interpreted as a place for privacy for the residents. Further mentioned that the houses for the Java community is the most expressive in the container to accommodate all occupants of daily activities for family members." (Wisesa; Subiyantoro, 2009: 222).

The above statement indicates that the house not only serves as a shelter, but also as a space that embodies the daily activities of residents, whether it is private or public. Therefore, the house is divided into several spaces that are public and private. Java community at large home is equipped with a terrace. The patio is an open space that becomes a transitional space between public space and private space. The terrace is used as a gathering place and talking with neighbors or family. In fact, not uncommon for people to receive guests on the terrace of the house. Foreign guests who are considered respectable normally be accepted in the living room, while guests are welcome on the patio is usually the person who is not well known or even people who are very well known. The patio serves to establish a warm and intimate relationship between residents and outsiders. Terrace is an important space for the Javanese, however dome house is not equipped with a terrace. The absence of the terrace makes dome residents receive guests in his living room were small because they can not let her guests were outside the house just like that. The absence of a terrace eliminate "guest category", in the sense that there is no guests "unknown" or "known". Anyone who comes will be welcome guests into the house. Of course this will create awkwardness when guests come is an unknown person.
Viewed from the perspective of tourism, unique architectural details of the dome certainly is a distinct advantage. The uniqueness of the house that does not come from Indonesia is a valuable economic commodity and can be traded. In terms of tourism, is a right step to make the dome house as the main attraction at the Dome House Tourism Village. A tourist destination to attract tourists if there is anything that can be seen (something to see) at the venue, and the Dome House Tourism Village has succeeded in presenting it. Unique style of architecture is the reason why this tourist village can attract many tourists to the present. Post-entry of tourism complex dome house, of course, had an impact for the society. The opening of the Dome House Tourism Village, the people are expected to travel conscious and the venue should also always keep “Sapta Pesona” of tourism, consisting of: security, order, cleanliness, coolness, beauty, hospitality, and memories. One element that is hard to do citizen is beauty.

Sapta Pesona element of beauty in tourism aims to create a wonderful environment for the continuity of tourism activities that are able to offer a charming atmosphere and foster a deep impression for tourists, prompting the promotion and the potential re-visit. One form of action that can be done is to keep the citizens of the beauty of a tourist attraction, namely arranging shelter and regular and orderly environment. However it is difficult to be applied by the residents of the dome, which appears in the form of dome house that have been "unnatural" as its initial design. Currently most of dome house have been added are not the same building with the rounded dome design, so that tourists can not enjoy more unique house as before. Given the two conflict of interest in the Dome House Tourism Village, the individual interests and the interests of tourism, it should find a way out to mediate the clash. Since the beginning of the construction of dome housing complex, no one is anticipating any problems building additions, adding that residents currently building house according to his needs. As a tourist area, the complex houses the dome should keep the unique architecture. On the other hand, as residential houses, the dome should freshen occupants. If citizens do want to add a building, it would be nice if the addition is in accordance with the design of the main house, which is shaped dome. The problem now is the residents had already extended the building. If the residents are asked to dismantle the building, obviously they will be refused due to hit cost. This may be overcome if there are donors willing to fund for the demolition and redevelopment as the original form.