Minggu, 24 Januari 2016

MOVEMENTS AND MADNESS: The Entanglements of Culture and Neuropsychiatric Disorders in Bali

Pernah mendengar penyakit Tourette’s Syndrome? Nama penyakit ini memang terdengar asing di telinga kita. Tourette's Syndrome adalah gangguan neuropsikiatri yang diwariskan pada masa anak-anak yang gejalanya antara lain muncul tic (gerakan spontan) pada anggota tubuh maupun suara yang tidak terkendali dan selalu berulang. Untuk lebih detailnya tentang penyakit ini, silakan cari sendiri referensinya ya. Hihii...

Di sini saya akan mengulik sebuah film dokumenter yang berjudul Movements & Madness, yang digarap oleh Robert Lemelson (Anthropologist, Executive Producer) dan Dag Yngvesson (Director, Cinematographer, Editor). Film ini menceritakan tentang seorang perempuan Bali yang menderita penyakit Tourette’s Syndrome sejak kelas 4 SD. Gusti Ayu namanya. Film Movements & Madness ini dapat dikatakan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pertama adalah “permasalahan”; bagian kedua adalah “upaya penyembuhan”; dan selanjutnya bagian ketiga adalah “solusi” (menggunakan sharing dengan kalangan umum). Untuk mendukung kesimpulan mengenai hubungan perubahan, struktur, dan penyakit jiwa ini, Lemelson menggunakan data visual, observasi, wawancara mendalam, dan statement dari orang lain. Lemelson juga menghadirkan emik-emik, sedikit wawasan tentang Hinduisme, Balinese magic, serta memberi solusi kepada Gusti Ayu melalui tanya-jawab dalam forum umum.

Berbagai cara sudah dilakukan untuk menyembuhkan Gusti Ayu, baik itu tindakan medis maupun non-medis (tradisional/melalui dukun). Untuk melihat pemahaman mengenai suatu penyakit yang dalam dunia medis dikenal sebagai Tourette’s Syndrome, Lemelson menggunakan berbagai unit analisis, yakni: “konsep”, “nilai/kultur”, dan “kepercayaan”. Ada tiga psikiater yang dihadirkan di sini, yaitu: Dr. I Gusti Putu Panteri, Dr. Mahar Agusno, dan Dr. I Made Nyandra, serta satu traditional healer yang bernama I Made Darta. Dr. Mahar menjelaskan bahwa ada kecenderungan dalam masyarakat untuk mengabaikan seorang anggota keluarga yang dianggap mempermalukan harkat dan martabat keluarga, baik itu karena tingkah lakunya maupun sakit jiwa. Dari segi ekonomi, banyak anggota keluarga berpikiran lebih baik yang memiliki “kelainan” ini dibiarkan, namun yang lain tidak terlantar. Ada juga dugaan bahwa Gusti Ayu tidak punya keinginan untuk minum obat. Kemungkinan terdapat suatu kecemasan sebelum dia minum obat, akhirnya dia muntahkan karena ada reaksi penolakan, sehingga Dr. Nyandra memikirkan dengan menambahkan obat anti-cemas. Di Bali, Tourette’s Syndrome dipercaya dikarenakan oleh adanya magic. Menurut I Made Darta (traditional healer), karena Gusti Ayu manis dan pendiam, maka ada seseorang yang iri dan membuatnya sakit. Magic projectile terdapat di leher Gusti Ayu, yang kemudian menjalar ke paru-paru dan otaknya. Penyembuhan melalui dukun ini dimulai dengan melalukan ritual do’a, pemijatan menggunakan air suci, dan mengusap mata Gusti Ayu untuk mengeluarkan penyakit Gusti Ayu melalui air mata yang berwarna putih. Kotoran yang keluar dari mulut berarti penyakit paru-paru, sedangkan yang keluar dari hidung berarti penyakit otak.

Kontras dalam film Movements & Madness dapat dilihat antara lain dari: (1) Penyembuhan menggunakan ahli medis (psikiater) dan tradisional (dukun); (2) Penyembuhan menggunakan obat-obatan dan ritual; (3) Mempertemukan Gusti Ayu dengan sesama penderita Tourette’s Syndrome, yaitu Dayu. Meskipun Dayu dan Gusti Ayu yang memiliki kesamaan penyakit, namun kasus mereka berbeda dengan keluarga dan background kelas yang berbeda pula; (4) Kehidupan teman-teman sebaya yang normal dan sudah berkeluarga dengan kehidupan Gusti Ayu yang belum menemukan pasangan hidupnya; (5) Gusti Ayu memandang apa yang dideritanya selama ini sebagai “penyakit”, sehingga kadang kala timbul keinginan untuk mengakhiri hidupnya karena merasa menjadi seseorang yang tidak berguna. Namun ada kalanya dia memandangnya sebagai “kodrat/takdir” yang sudah digariskan Tuhan kepada-Nya; (6) Sikap keluarga yang mendukung dan berharap atas kesembuhannya, yang kontras dengan sikap keluarga (terutama ayahnya) yang marah dan menyuruhnya untuk mati karena bosan melihat Gusti Ayu yang tak kunjung sembuh.

Scene yang menarik dari film ini adalah pada saat interview via public screening dimana Robert Lemelson memutar film Movements & Madness, yang merupakan film dokumenter upaya penyembuhan Gusti Ayu selama 8 (delapan) tahun dan pada akhirnya tidak membuahkan hasil. Dengan mengadakan acara ini, Lemelson berusaha memperkenalkan Tourette’s Syndrome yang diderita Gusti Ayu kepada publik karena banyak orang yang tidak tahu-menahu tentang penyakit ini, sehingga mengira penyakit tersebut adalah penyakit menular. Lemelson juga menekankan bahwa penderita penyakit ini tidak sepantasnya dijauhi/dikucilkan dari kehidupan masyarakat. Interview via public screening ini menurut saya adalah upaya etnografer untuk mengobati Gusti Ayu secara psikis/mental setelah berbagai pengobatan medis dan non-medis yang dilakukan tidak berhasil. Gusti Ayu diharapkan sembuh secara sosial dan mental meskipun tidak sembuh secara fisik, sehingga dapat melanjutkan hidup layaknya orang-orang normal lainnya. Upaya Lemelson ini merupakan solusi/alternatif yang baik untuk mengatasi kondisi mental Gusti Ayu yang labil karena stigma masyarakat awam yang mengakibatkannya depresi. Lemelson ingin masyarakat menerima keadaan Gusti Ayu dengan tangan terbuka dan tidak memandangnya dengan sebelah mata. Melihat film dokumenter tersebut, Gusti Ayu sempat meneteskan air mata. Acara tersebut dihadiri oleh keluarga Gusti Ayu, Dayu (sesama penderita Tourette’s Syndrome), dan beberapa orang luar. Gusti Ayu mengatakan bahwa dia merasa sedih setelah melihat film Movements & Madness tersebut. Gusti Ayu sedih melihat keadaannya sendiri dan merasa menjadi orang yang tidak berguna, sehingga terkadang dia ingin mengakhiri hidupnya agar tidak menjadi beban keluarga. Namun para hadirin mendukung untuk menguatkan hati Gusti Ayu dan meyakinkan bahwa dia tidak sendiri, dia harus tetap kuat, menemukan pasangannya, dan melanjutkan hidup dengan normal seperti teman-teman sebayanya.
 
Dalam pandangan saya, Lemelson menggunakan Teori Penyakit dalam film Movements & Madness ini. Teori penyakit meliputi kepercayaan-kepercayaan mengenai ciri-ciri sehat, sebab-sebab sakit, serta pengobatan dan teknik-teknik penyembuhan lain yang digunakan oleh para dokter. Sistem-sistem teori penyakit berkenaan dengan kausalitas, statement masyarakat mengenai penyakit yang menyerang tubuh, mengenai karma, penjelasan tentang pelanggaran tabu, atau mengenai kegagalan pertahanan immunologi organ manusia terhadap agen-agen patogen seperti kuman-kuman dan virus. Dengan demikian, suatu sistem teori penyakit  merupakan suatu sistem ide konseptual, suatu konstruk intelektual, bagian dari orientasi kognitif anggota-anggota suatu kelompok. Lemelson menekankan pada “disease” dan “illness”. Disease adalah problem kesehatan yang didefinisikan oleh para ahli kesehatan, sedangkan illness adalah problem kesehatan yang terkait dengan pengalaman pasien mengenai kesehatan dan tidak terdapat dalam terminologi kedokteran. Sakit yang diderita Gusti Ayu termasuk disease yang dalam dunia kedokteran disebut sebagai “Tourette’s Syndrome”. Namun para saman dan sebagian masyarakat Bali menyebut ini sebagai “Penyakit Bali” yang disebabkan oleh gangguan roh halus (magic).

Sebenarnya, riset ini digunakan untuk memberi pengetahuan kepada psikiater Amerika bahwa kondisi sosio-kultural sangat penting diperhatikan dalam menyembuhkan pasien (psikiater juga harus memperhatikan faktor-faktor kultural). Di sini, Lemelson berupaya untuk menekankan bahwa struktur budaya di masing-masing tempat tidaklah sama. Menarik, bukan?

0 komentar:

Posting Komentar