“Gunakan wall E100 dengan bijak,
citizen jurnalism yang bertanggung jawab. GUNAKAN NAMA ANDA bukan nama
samaran. Tidak ada fasilitas reply di E100.”
Begitulah keterangan singkat fanspage E100 di jejaring sosial (Facebook) yang dikelola oleh Radio Suara Surabaya FM (SSFM). Dilihat dari keterangan tersebut, nampaknya SS telah membuka mata bahwa Facebook memiliki kekuatan yang begitu besar, sehingga perlu dimanfaatkan untuk membuka saluran komunikasi baru. Untuk berbagi informasi tersebut, partisipan SS bisa menghubungi telepon 5600000, emergency line 5600100, dan sms line 08553010055.
Sekilas Tentang Suara Surabaya Media
Suara Surabaya Media adalah media yang didirikan oleh Soetojo Soekomihardjo. SSFM 100,55 MHz mengudara bersamaan dengan momentum gerhana matahari total pada tanggal 11 Juni 1983 dari lokasi di kawasan berbukit, tepatnya di Jalan Wonokitri Besar 40, Surabaya. SS menjadi radio pertama di Indonesia yang sejak awal kelahirannya secara sadar menerapkan format 'Radio News atau Informasi' dan bermotto FM NEWS dan MUSIK HIT. Tahun 2004, SS bergeser ke frekuensi ke FM 100. Pada tahun 1985, SS mengembangkan Tim Reporter, tahun 1988 mengembangkan Tim Redaksi NEWS DEPT, dan ketika tahun 1995 dikembangkan Konsep Interaktif dan dibentuk ‘Tim Redaksi Interaktif atau GATE KEEPER dan motto diubah menjadi NEWS – INTERAKTIF – SOLUTIF. Memasuki tahun 2000, SS mengembangkan diri dalam memasuki era cyberspace dengan membuka situs website www.suarasurabaya.net. Akhir tahun 2002, SS meluncurkan majalah bulanan mossaik, majalah Informasi Jawa Timur yang kini menjadi M-Comm dengan Surabaya City Guide sebagai salah satu produknya. Tahun 2003, SS mendirikan GIGA FM 99.6 yang kemudian berubah menjadi SHE Radio pada tahun 2011. Tahun 2007, Maja FM 100.7 juga menjadi bagian dari Suara Surabaya Media. Pada tahun 2008, SS mengembangkan konvergensi dengan video streaming, radio streaming, dan radio on demand. Tahun 2009 membuat fanspage E100 di Facebook, tahun 2010 tampil di @SSFM100 dan mobile broadcast di Blackberry, dan tahun 2012 mengembangkan mobile application di Android dan iOS. Sejak 11 Juni 1983, SS telah memiliki program, antara lain: Kelana Kota (program utama), Renungan Fajar, Memorabilia, Berita Suara Surabaya, Jazz Traffic, Inspirasi Solusi, Jaring Radio, Musik Islam SS (ditayangkan setelah Renungan Fajar & Adzan Maghrib untuk Surabaya), Dialog Haji, Muda tapi Luar Biasa, Galeri Rama Pagi (di Rama FM Bondowoso), Saya Gemar Bahasa Indonesia, Berita Suara Mojokerto (di Maja FM), Healthy & Lifestyle, SS News, Lintas Informasi Suara Surabaya, dan Lintas Olahraga Suara Surabaya.
Begitulah keterangan singkat fanspage E100 di jejaring sosial (Facebook) yang dikelola oleh Radio Suara Surabaya FM (SSFM). Dilihat dari keterangan tersebut, nampaknya SS telah membuka mata bahwa Facebook memiliki kekuatan yang begitu besar, sehingga perlu dimanfaatkan untuk membuka saluran komunikasi baru. Untuk berbagi informasi tersebut, partisipan SS bisa menghubungi telepon 5600000, emergency line 5600100, dan sms line 08553010055.
Sekilas Tentang Suara Surabaya Media
Suara Surabaya Media adalah media yang didirikan oleh Soetojo Soekomihardjo. SSFM 100,55 MHz mengudara bersamaan dengan momentum gerhana matahari total pada tanggal 11 Juni 1983 dari lokasi di kawasan berbukit, tepatnya di Jalan Wonokitri Besar 40, Surabaya. SS menjadi radio pertama di Indonesia yang sejak awal kelahirannya secara sadar menerapkan format 'Radio News atau Informasi' dan bermotto FM NEWS dan MUSIK HIT. Tahun 2004, SS bergeser ke frekuensi ke FM 100. Pada tahun 1985, SS mengembangkan Tim Reporter, tahun 1988 mengembangkan Tim Redaksi NEWS DEPT, dan ketika tahun 1995 dikembangkan Konsep Interaktif dan dibentuk ‘Tim Redaksi Interaktif atau GATE KEEPER dan motto diubah menjadi NEWS – INTERAKTIF – SOLUTIF. Memasuki tahun 2000, SS mengembangkan diri dalam memasuki era cyberspace dengan membuka situs website www.suarasurabaya.net. Akhir tahun 2002, SS meluncurkan majalah bulanan mossaik, majalah Informasi Jawa Timur yang kini menjadi M-Comm dengan Surabaya City Guide sebagai salah satu produknya. Tahun 2003, SS mendirikan GIGA FM 99.6 yang kemudian berubah menjadi SHE Radio pada tahun 2011. Tahun 2007, Maja FM 100.7 juga menjadi bagian dari Suara Surabaya Media. Pada tahun 2008, SS mengembangkan konvergensi dengan video streaming, radio streaming, dan radio on demand. Tahun 2009 membuat fanspage E100 di Facebook, tahun 2010 tampil di @SSFM100 dan mobile broadcast di Blackberry, dan tahun 2012 mengembangkan mobile application di Android dan iOS. Sejak 11 Juni 1983, SS telah memiliki program, antara lain: Kelana Kota (program utama), Renungan Fajar, Memorabilia, Berita Suara Surabaya, Jazz Traffic, Inspirasi Solusi, Jaring Radio, Musik Islam SS (ditayangkan setelah Renungan Fajar & Adzan Maghrib untuk Surabaya), Dialog Haji, Muda tapi Luar Biasa, Galeri Rama Pagi (di Rama FM Bondowoso), Saya Gemar Bahasa Indonesia, Berita Suara Mojokerto (di Maja FM), Healthy & Lifestyle, SS News, Lintas Informasi Suara Surabaya, dan Lintas Olahraga Suara Surabaya.
Visi Suara Surabaya adalah sumber pemberdayaan dan kegiatan demokratisasi masyarakat, melalui usaha kegiatan media massa yang mengikuti perkembangan teknologi komunikasi dan telekomunikasi. Sedangkan misinya adalah: (1) Suara Surabaya, perusahaan media massa yang dituntut berkembang dengan mengandalkan kemajuan teknologi komunikasi dan telekomunikasi; (2) Suara Surabaya, sentra informasi tentang Surabaya dan Jawa Timur; (3) Suara Surabaya menyelenggarakan berbagai kegiatan pemberdayaan proses demokratisasi masyarakat; (4) Suara Surabaya, sumber kehidupan dan kesejahteraan seluruh unsur karyawan yang bekerja untuk kemajuan bersama; dan (5) Suara Surabaya adalah sumber pemberdayaan dan kegiatan demokratisasi masyarakat, melalui usaha kegiatan media massa yang mengikuti perkembangan teknologi komunikasi dan telekomunikasi.
E100 SS Sebagai Media Alternatif: Satu Dalam Seribu Perbedaan
Seperti yang telah disebutkan di atas, E100 adalah salah satu bagian dari Suara Surabaya Media yang dibentuk pada tahun 2009. E100 merupakan salah satu contoh media alternatif, setidaknya ini menurut saya pribadi. Namun sebelum saya sok-sokan berteori mengenai E100 sebagai media alternatif, mungkin ada baiknya mendefinisikan terlebih dahulu apa itu media alternatif. Media alternatif adalah media yang menjadi perlawanan dari media mainstream (media arus utama) dan menyediakan informasi alternatif dari media mainstream. Media alternatif berbeda dari media mainstream, baik itu secara konten, estetika, mode produksi, mode distribusi, dan hubungan penonton. Media alternatif seringkali bertujuan untuk menantang kekuatan-kekuatan yang ada, untuk mewakili kelompok marjinal, dan untuk mendorong hubungan horizontal antarmasyarakat yang menarik. Media alternatif yang saat ini banyak muncul akibat perlawanan terhadap media mainstream adalah media komunitas. Adapun karakter media komunitas antara lain: (1) Piranti politik yang mengejawantahkan hak-hak sipil dan politik masyarakatnegara, berdasar atas suara penuh orang-orang tertindas yang menciptakan konsensus dan memperluas demokrasi; (2) Piranti pemberdayaan kaum papa informasi yang berada pada kalangan akar rumput pedesaan maupun perkotaan (alat untuk membangun kehidupan masyarakat); dan (3) Piranti budaya yang menggabungkan format baru, suara lain, jenis musik, dan mencari perbedaan untuk menyebarkan budaya dengan memberikan arti ekspresi yang lebih luas dalam penonton dan mendengarkan mereka.
Media mainstream bagaimana pun akan mengurangi kualitas demokrasi karena masyarakat hanya mendapatkan informasi yang cenderung seragam. Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa tidak semua kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi oleh media-media dengan tujuan komersial. Oleh sebab itu, masyarakat butuh media alternatif untuk memenuhi ‘haus keberagaman’ informasi. Media alternatif diibaratkan seperti seorang pemberontak yang ingin mengembalikan hak-haknya akibat paksaan sebuah kekuasaan yang ada, seperti para pejuang yang ingin melawan penjajah. Banyaknya media komunitas sebenarnya bisa membuat media mainstream ketar-ketir, karena jika mampu dikelola dengan baik, media komunitas memiliki alur yang jelas dan menjadi pilihan masyarakat yang mulai jenuh akan keseragaman dalam media, baik hiburan maupun pemberitaan yang berdasarkan atas rating dan pengiklan semata. Media komunitas merupakan salah satu bentuk dari upaya mematahkan penguasaan arus informasi di tangan segelintir orang, serta untuk memberikan pilihan sumber informasi yang lebih luas bagi masyarakat Indonesia.
Lewis (1993) menyebutkan bahwa media alternatif memiliki skala kecil dan berorientasi pada komunitas khusus, kemungkinan kelompok yang dirugikan, yang me-respect perbedaan; bebas dari campur tangan pemerintah dan pasar; memiliki struktur horizontal (atau non-hierarki), membuka akses audiens dan partisipator dalam kerangka demokrasi dan keberagaman; membawa diskursus dan representasi yang tidak dominan, menekankan pada pentingnya representasi diri. E100 merupakan media alternatif yang menghargai perbedaan dan membuka peluang bagi terbentuknya citizen journalism yang bertanggung jawab dan berkarakter. E100 mengatasi dahaga audiens yang membutuhkan beragam informasi tanpa ada kepentingan politis di dalamnya. Ini terlihat dari berita-berita yang ditampilkan di wall E100, mengenai Pemilihan Umum (Pemilu) contohnya, E100 memposisikan diri sebagai pihak yang netral, tidak memihak salah satu kubu Calon Presiden (Capres). E100 memberitakan Pemilu dalam porsi seimbang, tidak “menjelek-jelekkan” maupun “membaik-baikkan” salah satu kubu, dan tidak memberitakan Pemilu Capres dengan kacamata subjektif.
E100 adalah media penyebaran dan pengumpul berita. Pengelola E100 akan menghapus status yang tidak ada hubungannya dengan siaran SS dan yang mengandung unsur SARA. Inovasi kecil semacam ini sangat penting untuk mengikuti zaman yang terus berubah secara dinamis. E100 dan Twitter @E100SS adalah jejaring sosial resmi Radio Suara Surabaya, sehingga materi yang ditampilkan ada hubungannya dengan siaran radio. Karena kecepatan dan keterbukaan informasi dan feed back di Facebook, redaksi E100 memohon kepada para partisipan (saya bingung mencari padanan kata yang pas dan tepat untuk menyebut orang-orang yang berbagi informasi berita, sehingga memutuskan untuk menggunakan kata “partisipan” saja) untuk tetap menjaga kesantunan dan ketertiban dalam berkomentar, tidak mengandung unsur SARA, tidak provokatif, tidak ada pembunuhan karakter, tidak berkata kasar/jorok, dan mengedepankan solusi. E100 mengharapkan para pengikut dan informan tetap menjaga kebersamaan meski ada perbedaan pendapat.
Pada dimensi content, E100 sebenarnya tidak jauh berbeda dengan jenis media lain seperti koran. E100 bukan hanya sebagai media informasi, namun juga sebagai agen perubahan yang membawa banyak pencerahan lewat “cuap-cuap masyarakat”. Karena E100 merupakan bagian dari SSFM, maka tidak mengherankan bila fanspage ini dikenal kental menyuarakan aspirasi masyarakat, terutama masyarakat Surabaya. E100 seperti “tempat curhat” di mana segenap masyarakat dapat menyuarakan informasi bahkan keluhan, seperti: jalan yang macet, rusak dan berlubang, air PDAM yang mati, listrik yang padam, hingga anak yang hilang dan bahkan tidak jarang yang mengeluhkan prosedur pelayanan publik. E100 juga selalu menyuarakan betapa indahnya perbedaan. E100 menjadi media yang bersifat informed public, bukan conditioned public karena memang tujuannya untuk menginformasikan berita terkini, bukan untuk membentuk opini publik demi kepentingan individu, kelompok, maupun golongan. E100 bebas dari campur tangan politik/penguasa. Bahkan sebaliknya, E100 dapat berfungsi sebagai kontrol masyarakat terhadap penguasa karena E100 membuka akses audiens yang setara sebagai pengirim, penerima, dan partisipan dalam pertukaran dan jaringan informasi.
Pada dimensi integrasi dan identitas, E100 mendorong terjadinya penyatuan dalam masyarakat yang membuka hubungan dan jaringan yang saling berintegrasi dan mungkin malah lebih mengikat. E100 menjembatani ruang privat dan publik, yang seolah mampu merekatkan kembali individu-individu setelah ‘terpisahkan’ akibat efek modernisasi. E100 lebih berpotensi mendorong perubahan karena audiens lebih terlibat dan fleksibel, sehingga kaya akan informasi. Seperti yang telah disebutkan di awal paragraf, bahwa dalam menginformasikan berita, audiens dapat menghubungi redaksi E100 melalui telepon, emergency line, dan sms line.
Pada dimensi audiens, seperti tertulis dalam Understanding Alternative Media yang menyebutkan bahwa analisis dampak dari informasi dan komunikasi teknologi dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa komunitas terbentuk tidak hanya berdasarkan ruang fisik geografis, namun juga dalam dunia maya (cyberspace). Komunitas ini terhubung secara ‘virtual’ atau ‘online’. Howard Rheingold mendefinisikan komunitas virtual dengan menyertakan beberapa komponen: “Mengorganisir atas dasar persamaan, membagikan minat, membawa orang-orang yang tidak perlu bertemu satu sama lain sebelum pertemuan online… Many to many media… Text-based, mengembangkan ke dalam teks sekaligus komunikasi berdasarkan grafik… Relatif tidak berhubungan di kehidupan sosial dalam komunitas geografis”
Begitu pula E100, yang menghubungkan audiens dengan memanfaatkan jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Asumsinya, Facebook adalah satu dari banyak jejaring sosial yang kini paling populer dan diminati di seluruh dunia, yang menggeser popularitas MySpace dan Friendster. Dengan membuka jaringan SSFM melalui Facebook, maka boleh dikatakan bahwa di satu sisi audiens E100 ini terbatas, yakni untuk mereka-mereka yang bisa “Facebook-an”, artinya mereka yang “gaptek” dan tidak mengenal Facebook, tidak bisa bergabung menjadi audiens fanspage ini. Namun di sisi lain, karena fasilitas online, ini akan memudahkan siapa saja menjadi audiens tanpa dibatasi oleh frekuensi MHz yang salurannya tidak bisa mencakup semua wilayah di dunia. Audiens akan terhubung secara virtual tanpa ada batasan ruang dan waktu, dan ini menjadi nilai plus bagi E100. Audiens pun bisa mengkomentari setiap status yang diupdate, sehingga setiap orang bisa mengemukakan “uneg-uneg-nya” yang pada akhirnya akan membuka ruang diskusi publik. Menarik bukan?
Apa Kabar Kebenaran?
Bicara soal kebenaran, saya jadi teringat kata-kata seorang dosen bahwa tidak ada satu pun kebenaran di dunia ini. Benarkah demikian? Kebenaran dianggap sebagai produksi dalam permainan bahasa di mana kebenaran itu didasarkan aspek lokalitas. Pada setiap era (age), lokalitas dan konteks masyarakat memiliki libido sosial yang tidak seragam. Pencapaian pemahaman tinggi (verstehen) dapat terjadi jika kita dengan lunak mencerdasi setiap fenomena sosial melalui sebuah format ingin tahu, meneliti, dan berbicara sebagai subyek pelaku, bukan malah berprasangka, menuduh, membangun stigma dan stereotipe. Begitu pula yang secara eksplisit ingin disampaikan oleh E100. Fakta bahwa E100 menjadi forum berbagi informasi dan keluhan, saya rasa tidak perlu diragukan lagi. Perbedaan dalam hal apapun bukanlah sesuatu yang menjadi alasan untuk terpecah belah, dan E100 menjadi media yang tepat untuk mengintegrasikan perbedaan yang ada. Status yang diupdate di wall E100 bukanlah status-status “sampah” yang membangun stigma dan stereotipe pihak tertentu, melainkan berita yang didasarkan atas fakta dan realita yang ada. Bahkan, audiens ikut terlibat secara aktif dan interaktif, namun tetap bertanggung jawab di E100. Jadi bagi saya, masih ada kebenaran di dunia ini walaupun dalam scope yang kecil.
Daftar Pustaka
Bailey, Olga Guedes, Bart Cammaerts, and Nico Carpentier. 2008. Understanding Alternative Media. New York: Two Penn Plaza.
Aan. 2013. Media Mainstream Vs Media Alternatif: Ladang Perebutan Makna. (Online) (http://steackaan.wordpress.com/2013/04/01/media-mainstream-vs-media-alternatif-ladang-perebutan-makna/, diakses 28 Mei 2014).
Lewis, P. (ed.). 1993. Alternative Media: Linking Global and Local, Reports and Papers on Mass Communication No.107. Paris: UNESCO.
Lubis, Akhyar Yusuf. 2006. Dekonstruksi Epistemologi Modern, Dari Posmodernisme, Teori Kritis, Poskolonialisme Hingga Cultural Studies. Jakarta: Pustaka Indonesia Satu.
Tanudjaja, Bing Bedjo. 2007. Pengaruh Media Komunikasi Massa Terhadap Popular Culture Dalam Kajian Budaya/Cultural Studies. Jurnal NIRMANA, VOL.9, NO. 2, JULI 2007: 96-106. Surabaya: Universitas Kristen Petra Surabaya.
Kami Ahli Periklanan klik disini
BalasHapus