Paradigma dapat didefinisikan sebagai seperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis membentuk sebuah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan dan menjelaskan kenyataan dan/atau masalah yang dihadapi (Ahimsa-Putra, 2009: 2). Secara singkat, paradigma dapat dikatakan sebagai sebuah kerangka pemikiran. Kerangka pemikiran dibutuhkan untuk memahami fenomena yang nampak di sekitar kita. Untuk membentuk suatu kerangka pemikiran/paradigma diperlukan sejumlah unsur. Menurut Ahimsa-Putra, ada 9 (sembilan) unsur dalam sebuah paradigma, yaitu: (1) asumsi-asumsi/anggapan-anggapan dasar (basic assumptions); (2) nilai-nilai (values); (3) model-model (models); (4) masalah yang diteliti/yang ingin dijawab; (5) konsep-konsep pokok (main concepts, key words); (6) metode-metode penelitian (methods of research); (7) metode-metode analisis (methods of analysis); (8) hasil analisis/teori (results of analysis/theory); dan (9) representasi (etnografi).
Asumsi-asumsi/anggapan-anggapan dasar (basic assumptions). Asumsi atau anggapan dasar adalah pandangan-pandangan mengenai suatu hal (bisa benda, ilmu pengetahuan, tujuan sebuah disiplin, dan sebagainya) yang tidak dipertanyakan lagi kebenarannya atau sudah diterima kebenarannya. Anggapan-anggapan ini bisa lahir dari (a) perenungan-perenungan filosofis dan reflektif, bisa dari (b) penelitian-penelitian empiris yang canggih, bisa pula dari (c) pengamatan yang seksama (Ahimsa-Putra, 2009: 4).
Nilai-nilai (values). Nilai dapat diartikan sebagai kriteria/patokan untuk menentukan baik atau buruk, bermanfaat atau tidak bermanfaat, benar atau salah sesuatu. Nilai-nilai selalu ada di setiap cabang ilmu, tetapi rumusan, penekanan, dan keeksplisitannya berbeda-beda (Ahimsa-Putra, 2009: 7). Nilai yang baik berkenaan dengan ilmu pengetahuan contohnya adalah, “ilmu pengetahuan dianggap baik apabila memberikan manfaat yang berarti."
Model-model (models). Model adalah perumpamaan, analogi, atau kiasan tentang gejala yang dipelajari. Sebagai perumpamaan dari suatu kenyataan, sebuah model bersifat menyederhanakan (Inkeles dalam Ahimsa-Putra, 2009: 8). Ilmu sosial budaya memiliki kompleksitas tinggi. Oleh karenanya, perlu adanya model-model guna menyederhanakan kompleksitas tersebut, sehingga gejala dapat terangkum untuk kemudian dipelajari dengan cara/metode tertentu yang tepat. Model merupakan sebuah abstraksi dengan kata kunci yang pada umumnya berupa kata “seperti”, misalnya: “kebudayaan seperti organisme/makhluk hidup” (teori evolusi kebudayaan Taylor). Model terbagi menjadi dua, yaitu model utama (primary model) dan model pembantu (secondary model). Model utama dapat berupa uraian/kata-kata maupun gambar yang harus sudah ada sebelum seorang peneliti melakukan penelitiannya. Sedangkan model pembantu dapat berupa berupa gambar, diagram, atau skema yang biasanya muncul dalam hasil analisis atau setelah penelitian.
Masalah yang diteliti/yang ingin dijawab. Masalah bisa berupa pernyataan, bisa juga berupa pertanyaan. Masalah yang berupa pernyataan disebut juga dengan hipotesa. Dengan kata lain, masalah bertujuan untuk: (1) menjawab pertanyaan dan (2) menguji hipotesa. Dalam penelitian, masalah harus dirumuskan dengan baik karena di dalamnya akan ada sejumlah asumsi dan memuat konsep-konsep penting.
Konsep-konsep pokok (main concepts, key words). Konsep-konsep pokok adalah istilah-istilah yang digunakan dengan makna tertentu untuk memberikan batasan atau definisi dalam penelitian. Konsep penting untuk diperhatikan guna mempermudah analisis, memahami, menafsirkan, dan menjelaskan suatu gejala sosial-budaya yang dipelajari. Sebelum merumuskan sebuah konsep, peneliti perlu melakukan kajian pustaka agar dapat, memperoleh berbagai definisi yang telah dibuat oleh para ilmuwan lain yang berkaitan dengan konsep-konsep dalam penelitiannya. Jika dari kajian pustaka diketahui konsep yang telah dikemukakan ternyata tidak sesuai atau tidak cocok, maka peneliti dapat membuat konsep sendiri yang lebih sesuai.
Metode-metode penelitian (methods of research). Metode adalah cara, sedangkan penelitian adalah kegiatan mengumpulkan data. Jadi, metode penelitian adalah cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Sedangkan metodologi penelitian adalah ilmu tentang cara-cara mengumpulkan data, termasuk di dalamnya jenis-jenis data. Ada berbagai cara untuk mengumpulkan data, dan cara mana yang akan digunakan tergantung pada jenis data yang diperlukan. Dalam penelitian pada umumnya, dikenal adanya “metode penelitian kuantitatif” dan “metode penelitian kualitatif”. Namun sebenarnya, tidak perlu ada pemisahan yang tegas antara “metode penelitian kuantitatif” dengan “metode penelitian kualitatif” karena sebenarnya yang bersifat kuantitatif dan kualitatif bukanlah metodenya, melainkan datanya. Perbedaan sifat data pada akhirnya menimbulkan perbedaan cara mengumpulkan data, sehingga akan lebih tepat jika menggunakan istilah “metode pengumpulan data kuantitatif” dan “metode pengumpulan data kualitatif”. Data berawal dari realita yang kemudian direpresentasikan sebagai fakta. Realita adalah segala sesuatu yang dianggap ada. Realita memiliki sifat yang relatif, karena apa yang dianggap ada oleh seseorang belum tentu dianggap ada oleh orang lain. “Ada” di sini tidak harus bersifat empiris, tetapi bisa juga bersifat logis, misalnya Tuhan. Tuhan tidak bisa dilihat secara inderawi, namun ada dalam pikiran manusia. Fakta adalah pernyataan tentang realita/representasi realita yang dibuat oleh manusia. Fakta bersifat subjektif karena dihasilkan lewat sudut pandang orang tertentu. Suatu realita yang sama bisa saja dikemukakan dengan cara yang berbeda. Di lain pihak, fakta bersifat objektif karena didasarkan pada suatu realita. Pernyataan yang tidak didasarkan pada suatu realita tidak dapat dikatakan sebagai fakta. Kemudian, fakta ini dapat menjadi data, tetapi tidak semua fakta adalah data. Data adalah fakta yang relevan atau terkait dengan masalah yang diteliti dan terkait pula dengan kerangka teori atau paradigma yang digunakan untuk menjawab masalah tersebut. Dengan kata lain, data adalah kumpulan fakta yang telah dievaluasi berdasarkan relevansinya. Data dalam suatu penelitian bisa berupa kuantitatif, kualitatif, ataupun keduanya (campuran). Data kuantitatif menunjukkan jumlah atau besaran dari suatu gejala, sehingga datanya berupa kumpulan simbol (angka atau huruf disertai pernyataan). Sedangkan data kualitatif menunjukkan isi, ciri, sifat, keadaan dari suatu gejala, atau hubungan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain, sehingga datanya berupa pernyataan-pernyataan. Perbedaan jenis data menyebabkan pengumpulan datanya berbeda pula. Telah disebutkan di atas bahwa terdapat dua metode pengumpulan data, yaitu metode pengumpulan data kuantitatif dan metode pengumpulan data kualitatif. Dalam metode pengumpulan data kuantitatif terdapat: (1) metode kajian pustaka; (2) metode survey; dan (3) metode angket. Sedangkan dalam metode pengumpulan data kualitatif terdapat: (1) metode kajian pustaka; (2) metode pengamatan; (3) metode pengamatan berpartisipasi; (4) metode wawancara sambil lalu; (5) metode wawancara mendalam; dan (6) metode mendengarkan.
Metode-metode analisis (methods of analysis). Metode analisis data pada dasarnya adalah cara untuk memilah atau mengelompokkan data agar dapat ditetapkan relasi-relasi tertentu antara kategori data yang satu dengan data yang lain. Sebagaimana halnya dengan metode penelitian, metode analisis kuantitatif dan metode analisis kualitatif harus diartikan sebagai metode menganalisis data kuantitatif dan metode menganalisis data kualitatif. Metode analisis data kualitatif pada dasarnya memerlukan kemampuan untuk menemukan persamaan dan perbedaan dalam data kualitatif, dan ini hanya dapat dilakukan apabila konsep-konsep teoritis yang digunakan didefinisikan dengan baik.dalam metode analisis yang paling perlu diperhatikan adalah tujuan akhir dari kerja analisis. Hasilnya kemudian adalah jawaban dari pertanyaan yang dikemukakan. Meskipun ada berbagai macam jenis metode analisis, namun secara umum tujuan akhir analisis adalah menetapkan hubungan antara suatu variabel/gejala/unsur tertentu dengan variabel/gejala/unsur yang lain. Oleh karena itu, harus diperhatikan pertanyaan yang dikemukakan karena dari pertanyaan itu bisa ditentukan penggunaan paradigmanya. Paradigma ini kemudian menentukan metode analisis data, dan metode analisis data akan menentukan corak hasil analisis atau teori. Masing-masing paradigma memiliki teori yang berbeda, sehingga setiap paradigma juga memiliki perbedaan dalam metode analisis data.
Hasil analisis/teori (results of analysis/theory). Analisis data yang dilakukan dengan baik dan tepat akan menghasilkan suatu “kesimpulan” atau hasil analisis. Hasil analisis ini harus menyatakan relasi antarvariabel, antarunsur, atau antargejala yang diteliti. Hasil analisis yang berupa pernyataan-pernyataan tentang hakekat gejala yang diteliti inilah yang kemudian disebut sebagai teori. Jika cakupan penelitian luas, dta yang dianalisis berasal dari banyak masyarakat dan kebudayaan, dan teori yang dikemukakan dapat memberikan penjelasan yang berlaku umum (universal), melampaui batas-batas ruang dan waktu, maka disebut sebagai teori besar (grand theory). Jika teori tersebut hanya ditujukan untuk menjelaskan gejala tertentu yang agak umum, namun tidak cukup universal, maka dapat disebut sebagai teori menengah (middle-range theory) (Merton dalam Ahimsa-Putra, 2009: 21). Jika teori tersebut hanya berlaku untuk gejala yang diteliti saja, yang terjadi hanya dalam masyarakat dan kebudayaan yang diteliti, maka disebut sebagai teori kecil (small theory). Jadi, setiap penelitian yang dilakukan dengan baik dan tepat pada dasarnya akan menghasilkan satu atau beberapa teori baru atau menguatkan teori tertentu yang sudah ada. Dalam ilmu sosial-budaya, seperti antropologi budaya, hasil analisis/teori disajikan dalam etnografi.
Representasi (etnografi). Representasi atau penyajian adalah karya ilmiah yang memaparkan kerangka pemikiran, analisis, dan hasil analisis dari penelitian yang telah dilakukan. Dalam antropologi, representasi bisaa disebut dengan etnografi. Etnografi merupakan tulisan yang dihasilkan dari penelitian atas suatu masalah dengan menggunakan paradigma tertentu. Etnografi merupakan hasil penelitian yang tidak dapat diabaikan karena di dalamnya terdapat kajian mengenai data kebudayaan dan teori dimana keduanya membentuk satu kesatuan yang utuh dan saling mendukung. Sebagai hasil akhir, representasi/etnografi mencerminkan keseluruhan elemen yang ada dalam sebuah paradigma.
Paradigma, menurut Ahimsa-Putra, tidak sama dengan prosedur penelitian. Paradigma adalah sebuah kerangka pemikiran yang mendasari sekaligus mewujud dari sebuah penelitian yang dilakukan dengan baik dan benar, sedangkan prosedur penelitian atau tahapan penelitian merupakan pola-pola perilaku atau kegiatan yang berbeda-beda, yang diwujudkan secara sistematis. Paradigma juga tidak sama dengan format proposal. Dalam paradigma tidak terdapat “Tinjauan Pustaka”, “Tujuan Penelitian”, dan “Manfaat Penelitian”, sedangkan dalam proposal penelitian tiga unsur tersebut biasanya harus ada.
Berdasarkan penjelasan dalam makalah “Paradigma Ilmu Sosial-Budaya”, ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan. Saya setuju dengan konsep paradigma Ahimsa-Putra yang menyatakan bahwa paradigma adalah seperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis membentuk sebuah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan dan menjelaskan kenyataan dan/atau masalah yang dihadapi.
“Seperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain”, secara eksplisit menyatakan bahwa dalam paradigma terdapat variabel-variabel yang saling berkaitan dimana variabel-variabel tersebut memiliki konsep sebagaimana dimaksudkan oleh peneliti. Konsep atau istilah yang dimaksud oleh peneliti ini pada akhirnya akan membentuk suatu kerangka pemikiran.
“………..yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan dan menjelaskan kenyataan dan/atau masalah yang dihadapi”, menunjukkan bahwa paradigma pada dasarnya berfungsi untuk memahami fenomena yang ada di sekitar kita. Paradigma berkaitan dengan “bagaimana kita memandang dunia” (view of the world) dan kemudian menjadi “untuk memandang dunia” (view for the world). Dengan kata lain, dalam hal penelitian, cara kita memandang suatu fenomena atau gejala di sekitar kita menentukan tujuan akhir/hasil akhir penelitian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa paradigma menentukan hasil analisis atau teori dari suatu penelitian.